BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Matematika
memiliki peranan penting dalam mengembangkan IPTEK, pendukung studi lainnya serta
berperan dalam membentuk pola pikir logis, kritis dan kreatif secara efektif.
Di sisi lain, matematika juga dianggap sebagai kemampuan dasar yang harus
dimiliki oleh setiap orang agar dapat beradaptasi dalam kehidupan
bermasyarakat.
Mengingat
pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari, maka pembelajaran matematika
yang diberikan guru merupakan hal yang penting untuk diperhatikan terutama
dalam pemilihan pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat. Pada
kenyataannya, matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang sulit, bersifat
abstrak dan bahkan pelajaran yang menakutkan bagi sebagian siswa. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami
kesulitan dalam matematika. Oleh sebab
itu sebelum sampai kepada tingkat yang abstrak dan siswa mudah memahami
konsep-konsep yang rumit dan abstrak, matematika harusnya dipelajari melalui
tingkatan kongkret dengan menyertakan contoh-contoh yang kongkret sesuai dengan
kondisi yang dihadapi melalui kejadian sehari-hari yang benar nyata.
Pembelajaran matematika yang dilakukan selama ini kurang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam mengemukakan ide dan
gagasan yang akan mengarahkan kepada pembentukan pengetahuan matematika mereka
sendiri. Siswa lebih banyak bergantung pada guru yang mengakibatkan
pembelajaran terpusat pada guru (teacher-centred) dimana guru berperan
aktif sementara siswa menjadi pasif. Pembelajaran yang seperti ini merupakan
pembelajaran dimana guru mentransfer ilmunya langsung kepada siswa dan
pembelajaran yang lebih menekankan hasil dimana siswa hanya
menerapkan rumus atau algoritma daripada menekankan pada proses,
sehingga memandang matematika sebagai kumpulan rumus bukan sebagai proses
berpikir, siswa tidak mampu mandiri dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya
saat pembelajaran langsung kecuali duduk manis mendengarkan penjelasan dari
guru.
Proses pembelajaran tidak menghantarkan pembelajaran berpusat
pada siswa (student centered) akan memberikan kesan yang kurang baik
karena pembelajaran terjadi satu arah sehingga siswa tidak menemukan sendiri
konsep belajarnya dan membuat pembelajaran tidak bermakna. Hal tersebut dapat
mengakibatkan pemahaman konsep, pengetahuan prosedural, ragam jawaban
siswa serta sikap siswa terhadap matematika cukup memprihatinkan, hal ini
hendaknya diubah. Perubahan itu dilakukan dengan lebih memberikan penekanan
pada pemahaman konsep matematika dan pengetahuan prosedural.
Depdiknas (2003) memberikan pedoman mengenai beberapa kompetensi yang perlu
diperhatikan guru dalam melakukan penilaian, yaitu : 1) Pemahaman konsep :
siswa mampu mendefenisikan konsep, mengidentifikasi, dan memberi contoh atau
bukan contoh dari konsep tersebut; 2) Prosedur : Siswa mampu mengenali prosedur
atau proses menghitung yang benar dan tidak benar; 3) Komunikasi: Siswa mampu
menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis atau
mendemonstrasikan; 4) Penalaran: Siswa mampu memberikan alasan induktif dan
deduktif sederhana; 5) Pemecahan masalah: Siswa mampu memahami masalah, memilih
strategi penyelesaian, dan menyelesaikan masalah.
Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam memahami, mengerti,
menganalisis dengan baik unsur-unsur yang ada dalam matematika. Penggunaan
simbol-simbol yang bervariasi dan rumus-rumus yang beraneka ragam, menuntut
siswa untuk lebih memusatkan pikirannya agar dapat menguasai konsep dan
prosedural dalam matematika dengan memberikan permasalahan kepada siswa.
Untuk permasalahan tersebut pembelajaran matematika perlu diperbaiki guna
meningkatkan kemampuan untuk memahami konsep matematika dan mengetahui prosedur
mengerjakan tugas matematika, hendaknya guru dapat memilih dan menerapkan suatu
pembelajaran yang lebih efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep dan
pengetahuan prosedural matematika siswa yaitu dengan menawarkan suatu
pembelajaran Problem Posing. Pembelajaran Problem
Posing akan
dapat menumbuhkan kembali motivasi dan minat siswa, mendorong adanya interaksi
antar siswa dan guru.
Pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah akan mengubah pembelajaran
yang selama ini berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Dimana
pembelajaran selama ini siswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat dan
menghapalkannya diubah kearah yang mencari dan menemukan pengetahuan sehingga
terjadi peningkatan pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Pembelajaran ini
memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa melalui pembentukan soal
sederhana, dimana siswa mempelajari pengetahuan dari masalah yang diberikan.
Oleh karena itu, siswa hendaknya diberikan latihan dan dibiasakan untuk
memecahkan masalah.
Penggunaan pembelajan problem
posing diharapkan
dapat menciptakan situasi belajar yang menyenangkan, mendorong siswa belajar
dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep yang
dipelajarinya sehingga tercapainya hasil belajar siswa yang baik. Dengan
pemberian suatu masalah kepada siswa akan menimbulkan rasa ingin tahunya,
bagaimana cara menyelesaikanya, konsep yang bagaimana yang diperlukan untuk
pemecahanyan dan metode apa yang tepat digunakan untuk penyelesainya. Hal
tersebut akan mendorong siswa menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki dan
mencari yang perlu diketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Pembelajaran
ini akan membuat siswa lebih memahami konsep matematika dan mengetahui prosedur
penyelesaian masalah sehingga siswa terampil menyelesaikan soal-soal matematika
serta kinerja dan ragam jawaban dari siswa akan lebih baik.
Pembelajaran problem posing membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri,
artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang
sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu
mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk
menyelesaikan belajarnya itu (Depdiknas: 2003). Dengan pembelajaran
problem posing akan mengantarkan siswa untuk memahami konsep materi pelajaran
dan mengetahui prosedur pemecahan masalah dimulai dari belajar dan bekerja pada
situasi masalah yang diberikan diawal pembelajaran, sehingga siswa memperoleh
kebebasan untuk berpikir mencari penyelesaianya dari masalah yang diberikan.
Melalui pengalaman belajar yang diperoleh siswa melalui kegiatan bekerja,
mencari dan menemukan sendiri tidak akan mudah melupakannya.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apakah pengertian pendekatan pembelajaran
problem posing?
2. Bagaimana langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan
pembelajaran problem posing?
3. Apa kelebihan dan kelemahan pendekatan
pembelajaran problem posing yang diterapkan?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini
adalah untuk :
1. Mengetahui pengertian pendekatan pembelajaran
problem posing.
2. Mengetahui langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan
pembelajaran problem posing.
2. Mengetahui keunggulan dan kelemahan pendekatan
pembelajaran problem posing yang diterapkan.
1.4 Manfaat Penulisan
Penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Membantu
guru dalam memahami dan menerapkan pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan problem posing.
2. Memberikan masukan dan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran di sekolah khususnya dalam pemilihan pendekatan pembelajaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pembelajaran Problem Posing
Problem
posing mulai dikembangkan pada tahun 1997 oleh Lynn D. English dan awal mulanya
diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Kemudian model ini dikembangkan
pada mata pelajaran yang lain. Model pembelajaran problem posing mulai masuk ke
Indonesia pada tahun 2000.
Problem
posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai beberapa padanan
dalam bahasa Indonesia. Suryanto (1998:1) dan As’ari (2000:4) memadankan
istilah problem posing dengan pembentukan soal. Sedangkan Sutiarso (1999:16)
menggunakan istilah membuat soal, Siswono (1999:7) menggunakan istilah
pengajuan soal, dan Suharta (2000:4) menggunakan istilah pengkonstruksian
masalah, (Abdussakir:2009).
Problem
Posing mempunyai beberapa arti, problem posing adalah
perumusan masalah yang berkaitan dengan syarat-syarat soal yang telah
dipecahkan atau alternatif soal yang masih relevan. Problem posing dapat
membantu siswa dalam mencari topik baru dan menyediakan pemahaman yang lebih
mendalam. Selain itu juga, problem posing dapat mendorong terciptanya ide-ide
baru yang berasal dari setiap topik yang diberikan. Topik disini khususnya
dalam pembelajaran matematika.
Problem
posing dalam matematika mempunyai beberapa arti (Suryanto, 1998 dalam Muhfida) yaitu:
a. Perumusan soal
sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar
lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terjadi dalam pemecahan soal-soal
yang rumit. Pengertian ini menunjukkan bahwa pengajuan soal merupakan salah satu
langkah dalam rencana pemecahan masalah/soal.
b. Perumusan soal yang
berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka
pencarian alternative pemecahan atau alternative soal yang relevan. Pengertian
ini berkaitan erat dengan langkah melihat kembali yang dianjurkan oleh Polya
(1973) dalam memecahkan masalah soal.
c. Perumusan soal atau pembentukan soal dari suatu situasi yang
tersedia, baik dilakukan sebelum, saat atau setelah pemecahan suatu
masalah/soal.
Pada
situasi problem posing yang bebas, siswa tidak diberikan suatu informasi yang
harus ia patuhi, tetapi siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk
membentuk soal sesuai dengan apa yang ia kehendaki. Siswa dapat
menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan dalam
pembentukan soal. Sedangkan dalam situasi problem posing yang semi terstruktur,
siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk
mencari atau menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan cara menggunakan
pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus mengaitkan informasi itu
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika yang diketahuinya untuk
membentuk soal. Pada situasi problem posing yang terstuktur, informasi atau
situasinya berupa soal atau selesaian dari suatu soal.
Setiawan
(2004:17) mengatakan pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua
kegiatan yaitu :
1. Pembentukan soal baru
atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa.
2. Pembentukan
soal dari soal yang sudah ada.
Dari
sini kita bisa katakan bahwa problem posing merupakan suatu pembentukan soal
atau pengajuan soal yang dilakukan oleh siswa dengan cara membuat soal tidak
jauh beda dengan soal yang diberikan oleh guru ataupun dari situasi dan
pengalaman siswa itu sendiri. Pada prinsipnya, model pembelajaran problem
posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk
mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.
Penerapan
model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut:
a. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat
peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
b. Guru
memberikan latihan soal secukupnya.
c. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan
siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula
dilakukan secara kelompok.
d. Pada
pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal
temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara
selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
e. Guru memberikan tugas rumah secara individual.
Problem
posing merupakan masalah pokok dalam disiplin matematika dan dalam alam
berpikir matematik. Karena karakteristik berpikir matematika dapat dilaksanakan
dalam pembelajaran dengan problem posing.
Menurut
Suryanto (1998) dalam Muhfida, sistem berpikir matematis dapat diartikan:
1. memahami,
2. keluar dari kemacetan,
3. mengidentifikasi kekeliruan,
4. meminimumkan pekerjaan berhitung,
5. meminimumkan pekerjaan menulis,
6. tekun, siap mencari jalan lain ketika
diperlukan, dan
7. membentuk soal.
Secara
umum seseorang yang sudah mampu berpikir matematika, berarti sudah mampu
membentuk pola pikirnya pada pola berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis
dapat didefinisikan sebagai kemampuan berpikir yang meliputi: memahami,
mengamati, membandingkan, mengelompokkan, mengimajinasi, menghipotesis,
mengasumsi, mengumpulkan, dan mengorganisasikan data, meringkas, menafsirkan,
menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan
Dalam
model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk
memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika. Dengan demikian,
kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing sebagai berikut.
a. Memberi
penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar.
b. Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan
kemampuan dalam belajar.
c. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada
dasarnya adalah pemecahan masalah.
2.2
Problem Posing dan Relevansinya dengan Matematika
Problem
posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara yang efektif untuk
mengembangkan keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam
menerapkan konsep matematika.
Tim
Penelitian Tindakan Matematika (PTM) (2002 : 2) mengatakan bahwa :
1. Adanya korelasi positif antara
kemampuan membentuk soal dan kemampuan membentuk masalah.
2. Latihan membentuk soal
merupakan cara efektif untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam memecahkan
suatu masalah.
Problem
posing memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat berpikir secara bebas dan
mandiri dalam menyelesaikan masalah. Masalah disini tentunya masalah dalam
matematika.
Adapun masalah dalam matematika diklasifikasikan dalam dua
jenis antara lain:
1. Soal
mencari (problem to find) yaitu mencari, menentukan, atau mendapatkan
nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi
atau syarat yang sesuai dengan soal. Objek yang ditanyakan atau dicari (unknown),
syarat-syarat yang memenuhi soal (condition) dan data atau informasi
yang diberikan merupakan bagian penting atau pokok dari sebuah soal mencari dan
harus dipenuhi serta dikenali dengan baik pada saat memecahkan masalah.
2. Soal
membuktikan (problem to prove), yaitu prosedur untuk menentukan apakah
suatu pernyataan benar atau tidak benar. Soal membuktikan terdiri atas bagian hipotesis
dan kesimpulan. Pembuktian dilakukan dengan membuat atau memproses pernyataan
yang logis dari hipotesis menuju kesimpulan (Depdiknas, 2005: 219).
Silver
dkk dalam Surtini (2004: 48) mengemukakan bahwa sebenarnya sudah sejak lama
para tokoh pendidikan matematika menunjukkan pembentukan soal merupakan bagian
penting dalam pengalaman matematis siswa dan menyarankan agar dalam
pembelajaran matematika ditekankan kegiatan pembentukan soal.
Hasil
penelitian Silver dan Cai dalam Surtini (2004: 49) menunjukkan
bahwa kemampuan pembentukan soal berkorelasi positif dengan kemampuan
memecahkan masalah. Dengan demikian kemampuan pembentukan soal sesuai dengan
tujuan pembelajaran matematika di sekolah sebagai usaha meningkatkan hasil
pembelajaran matematika dan dapat meningkatkan kemampuan siswa. Dari sini kita
peroleh bahwa pembentukan soal penting dalam pelajaran matematika guna
meningkatkan prestasi belajar matematika siswa dengan membuat siswa aktif
dan kreatif.
2.3. Pendekatan
Problem Posing Dalam Pembelajaran Matematika
Sesuai
dengan kedudukan problem posing merupakan langkah awal dari problem solving,
maka pembelajaran problem posing juga merupakan pengembangan dari pembelajaran
problem solving. Problem posing diperlukan kemampuan siswa dalam memahami soal,
merencanakan langkah-langkah penyelesaian soal, dan menyelesaikan soal
tersebut. Ketiga kemampuan tersebut merupakan juga merupakan sebagian dari
langkah-langkah pembelajaran problem solving. Dalam pembelajaran matematika,
pengajuan soal menempati posisi yang strategis. Pengajuan soal dikatakan
sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran
penalaran matematika.
Disamping
itu makin bertambah pendidik matematika yang menganjurkan agar siswa diberi
kesempatan secara teratur untuk menulis soal (masalah) matematikanya sendiri. Pengajuan
soal dapat membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap
matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah
yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan performannya dalam pemecahan
masalah. Pengajuan soal juga sebagai sarana komunikasi matematika
siswa. Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu
alternatif untuk mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir matematis.
Problem
posing merupakan kegiatan penting dalam pembelajaran matematika.
NCTM merekomendasikan agar dalam pembelajaran matematika, para siswa diberikan
kesempatan untuk mengajukan soal sendiri (dalam Abdussakir).
Pembuatan
soal dalam pembelajaran matematika melalui dua tahap kegiatan kognitif,
yaitu accepting (menerima) dan challenging (menantang).
Menerima terjadi ketika siswa membaca situasi atau informasi yang
diberika guru dan menantang terjadi ketika siswa berusaha untuk
mengajukan soal berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan. Sehubungan
dengan hal tersebut As’ari (2000:9) dalam Abdussakir, menegaskan bahwa proses
kognitif menerima memungkinkan siswa untuk menempatkan suatu informasi pada
suatu jaringan struktur kognitif sehingga struktur kognitif tersebut makin
kaya, sementara proses kognitif menantang memungkinkan jaringan stuktur
kognitif yang ada menjadi semakin kuat hubungannya. Dengan demikian
pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing akan menambah
kemampuan dan penguatan konsep dan prinsip matematika siswa.
Pendekatan
problem posing (pengajuan masalah) dapat dilakukan secara individu atau
kelompok (classical), berpasangan (in pairs) atau secara
berkelompok (groups). Masalah matematika yang diajukan secara individu
tidak memuat intervensi atau pemikiran dari siswa yang lain. Masalah tersebut
adalah murni sebagai hasil pemikiran yang dilatar belakangi oleh situasi yang
diberikan.
Masalah
matematika yang diajukan oleh siswa yang dibuat secara berpasangan dapat lebih
berbobot, jika dilakukan dengan cara kolaborasi, utamanya yang berkaitan dengan
tingkat keterselesaian masalah tersebut. Sama halnya dengan masalah matematika
yang dirumuskan dalam satu kelompok kecil, akan menjadi lebih berkualitas
manakala anggota kelompok dapat berpartsipasi dengan baik (Hamzah, 2003: 10
dalam Muhfida).
Dalam
pelaksanaannya dikenal beberapa jenis model problem posing antara lain:
1.
Situasi
problem posing bebas, siswa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mengajukan soal sesuai dengan apa yang dikehendaki. Siswa dapat menggunakan
fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan untuk mengajukan soal.
2.
Situasi
problem posing semi terstruktur, siswa diberikan situasi/informasi terbuka.
Kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu
dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Situasi dapat berupa gambar atau
informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu.
3.
Situasi
problem posing terstruktur, siswa diberi soal atau selesaian soal tersebut,
kemudian berdasarkan hal tersebut siswa diminta untuk mengajukan soal baru.
2.4.
Langkah-Langkah Pembelajaran Problem Posing
Langkah-langkah
pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing menurut Budiasih dan Kartini
dalam Syarifulfahmi(2009) adalah sebagai berikut:
1. Membuka kegiatan pembelajaran.
2. Menyampaikan
tujuan pembelajaran.
3. Menjelaskan
materi pelajaran.
4. Memberikan
contoh soal.
5. Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas
6. Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan menyelesaikannya
7. Mengarahkan
siswa untuk membuat kesimpulan
8. Membuat
rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa.
9. Menutup
kegiatan pembelajaran.
Menurut
Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi, batasan mengenai pembentukan soal adalah
sebagai berikut:
1. Perumusan ulang soal yang sudah ada dengan perubahan agar menjadi
lebih sederhana dan mudah dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.
2. Perumusan atau
pembentukan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah
diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan yang lain.
3. Perumusan atau
pembentukan soal dari kondisi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika,
atau sesudah penyelesaian soal.
Adapun
kondisi dalam pembentukan soal, menurut Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi
dibagi menjadi tiga golongan yakni:
1. Kondisi bebas, yakni jika kondisi tersebut memberi kebebasan
sepenuhnya kepada siswa untuk membentuk soal, karena siswa tidak diberi kondisi
yang harus dipenuhi.
2. Kondisi semi terstruktur, yakni jika siswa diberi suatu kondisi
dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya.
3. Kondisi terstruktur, adalah jika kondisi yang digunakan berupa soal
atau penyelesaian soal.
Amin
Suyitno dalam Sari (2007), menjelaskan bahwa problem posing diaplikasikan
dalam tiga bentuk aktifitas kognitif matematika sebagai berikut.
a. Pre solution posing
Pre
solution posing yaitu siswa membuat pertanyaan berdasarkan pernyataan yang
dibuat oleh guru. Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan
sebagai berikut.
Contoh
1.
“Dari 85 anak
diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak
menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit”
Kemungkinan
pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
1) Berapakah banyaknya
anak yang hanya menyukai biskuit?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai
cokelat?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit
dan cokelat?
Contoh 2.
Sederhanakan
hasil perkalian berikut: 82 x 86
Kemungkinana
pertanyaan siswa sebagai berikut:
1. Berapakah hasil
pangkat 82
2. Berapakah hasil 86
3. Tuliskan hasil 82 + 86
b. Within solution posing
Within
solution posing yaitu siswa memecah pertanyaan tunggal dari guru menjadi
sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.
Contoh
penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut.
Contoh1.
“Dari
85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45
anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit. Berapakah banyaknya anak
yang menyukai biskuit dan cokelat?”
Kemungkinan
pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
a) Berapakah banyaknya
anak yang hanya menyukai cokelat?
b) Berapa banyaknya anak yang hanya menyukai
biskuit?
Contoh2.
Sederhanakan perkalian
bilangan bulat berikut: 3 x b2 x b10 x b
Kemungkinan
pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut:
1. Tentukan peralian
berulang 3 x b2
2. Tentukan perkalian berulang 3 x b10
c. Post solution posing
Post solution posing yaitu siswa membuat soal yang sejenis,
seperti yang dibuat oleh guru. Jika guru memberikan pertanyaan sebagai berikut.
Contoh1.
“Dari
85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45
anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit
1) Berapakah banyaknya
anak yang hanya menyukai biskuit?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai
cokelat?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit
dan cokelat?”
Kemungkinan
pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
Dari
42 siswa, 45 siswa menyukai atletik, 38 siswa menyukai senam, dan hanya 8 siswa
yang tidak menyukai atletik dan senam.
1) Berapakah banyaknya
anak yang hanya menyukai atletik?
2) Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai
senam?
3) Berapakah banyaknya anak yang menyukai atletik
dan senam?
Contoh
2.
Sederhanakan
perkalian bilangan berpangkat berikut: 3 x b2 x b10 x
b
1. Tentukan
peralian berulang 3 x b2?
2. Tentukan perkalian berulang 3 x b10?
Kemungkinan
pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
Sedehanakan
perkalian bilangan berpangkat berikut 10 x p5 x p7 x
p
1. Tentukan perkalian
berulang 10 x p2
2. Tentukan perkalian berulang 10 x p10
Menurut
Terry Dash dalam Syarifulfahmi, penyusunan soal-soal baru dapat digali dari
soal yang sudah ada. Artinya, soal yang sudah ada dapat menjadi bibit untuik
soal baru dengan mengubah, menambah, atau mengganti satu atau lebih
karakteristik soal yang terdahulu. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Change the
numbers
Salah
satu cara membuat soal dari soal yang sudah ada adalah dengan mengubah
bilangan.
2. Change the operations
Cara
lain membuat soal dari soal yang sudah tersedia adalah dengan mengubah operasi
hitungnya.
Kemampuan
siswa dalam membentuk soal dapat dikembangkan dengan cara guru memberikan
beberapa contoh seperti berikut:
1. Membentuk
soal dari soal yang sudah ada atau memperluas soal yang sudah ada.
2. Menyusun soal dari suatu situasi, atau berdasarkan gambar di majalah
atau surat kabar, atau membuat soal mengenai benda-benda konkret yang dapat
dimanipulasi (dikutak-kutik).
3. Memberikan soal terbuka.
4. Menyusun sejumlah soal yang mirip tetapi dengan taraf kesilitan yang
bervariasi.
Kegiatan
yang berkaitan dengan pembentukan soal, secara teknis yang dapat dilakukan
adalah:
1. Siswa
menyusun soal secara individu. Dalam penyusunan soal ini, hendaknya siswa tidak
asal menyusun soal, akan tetapi juga mempersiapkan jawaban dari soal yang
sedang disusunnya. Dengan kata lain, setelah siswa tersebut dapat membuat soal,
maka dia juga dapat menyelesaikan soal tersebut.
2. Siswa menyusun soal. Soal yang telah tersusun tersebut kemudian
diberikan kepada teman sekelasnya. Distribusi soal-soal yang telah tersusun
tersebut dapat menggunakan cara penggeseran atau dengan cara bertukar dengan
teman semeja. Artinya, distribusi soal tersebut secara individu.
3. Agar
lebih bervariasi dan lebih menumbuhkan sikap aktif, interaktif, dan kretaif,
maka dapat dibentuk kelompok-kelompok kecil untuk menyusun soal dan soal
tersebut didistribusikan kepada kelompok lain untuk diselesaikan. Soal dari kelompok
tersebut, diharapkan tingkat kesulitannya lebih tinggi dari soal yang disusun
secara individu.
Pembelajaran
dengan pendekatan problem posing tidak dapat dilepaskan dari kegiatan
memecahkan masalah/soal, karena memecahkan masalah adalah salah satu unsur
utama dalam pembelajaran matematika. Dalam problem posing, siswa diberi
kegiatan untuk membuat/membentuk soal kemudian menyelesaikan/memecahkan soal
tersebut sesuai dengan konsep atau materi yang telah dipelajari.
Persoalan
yang harus dipecahkan oleh siswa datang siswa itu sendiri atau siswa yang lain
dalam Pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing. Jika menggunakan
variasi lain, misal dengan dibuat kelompok-kelompok, maka soal-soal dapat
berasal dari kelompok yang lain. Pemecahan masalah memacu fungsi otak anak,
mengembangkan daya pikir secara kreatif untuk mengenali masalah, dan mencari
alternatif pemecahannya.
Proses
pemecahan masalah terletak pada diri pelajar, variabel dari luar hanya
merupakan intruksi verbal yang bersifat membantu atau membimbing pelajar untuk
memecahkan masalah. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana
pelajar menemukan kombinasi-kombinasi aturan yang telah dipelajarinya lebih
dahulu kemudian menggunakannya untuk memecahkan masalah. Namun memecahkan masalah
tidak hanya menerapkan aturan-aturan yang telah diketahui tetapi juga
memperoleh pengetahuan baru.
Pendekatan problem posing ternyata sesuai dengan salah satu
teori tentang berpikir matematis. Berpikir matematis terdiri atas beberapa
komponen, yaitu:
1. Memahami
masalah atau perkara (segala sesuatu yang dikerjakan dalam pelajaran matematika
harus bermakna).
2. Berusaha keluar dari kemacetan yang ada (bilamana mengalami
kemacetan, harus dapat menggunakan apa yang telah diketahui untuk keluar
dari kemacetan).
3. Menemukan kekeliruan yang ada (harus dapat menemukan kekeliruan yang
ada dalam jawaban soal, dalam langkah yang kamu gunakan, dan dalam berpikir).
4. Meminimumkan pembilangan (jika melakukan hitungan, harus sedikit
mungkin menggunakan pembilangan).
5. Meminimumkan
tulis-menulis dalam perhitungan.
6. Gigih dalam mencari strategi pemecahan masalah (jika
menggunakan suatu strategi pemecahan masalah tidak menghasilkan jawaban, kamu
harus mencari strategi lain, jangan mudah putus asa).
7. Membentuk soal atau masalah (harus mampu memperluas masalah dengan
membentuk pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal).
Pembelajaran
matematika melalui problem posing diharapkan merupakan pendekatan yang efektif,
karena kegiatan tersebut sesuai dengan pola pikir matematis, dalam arti:
1. Pengembangan
matematika sering terjadi dari kegiatan membentuk soal
2. Membentuk
soal merupakan salah satu tahap dalam berpikir matematis.
Pembelajaran
matematika menggunakan pendekatan problem posing jika diperhatikan maka semua potensi
siswa (pendengaran, penglihatan, dan pemikiran/jalan berpikir) dilibatkan dalam
pembelajaran menggunakan pendekatan ini, sehingga siswa diharapkan akan
menguasai ilmu yang diserapnya.
2.5. Problem
Posing Secara Berkelompok
Pembelajaran
dengan problem posing ini menekankan pada pembentukan atau perumusan soal oleh
siswa baik secara individu, maupun secara berkelompok. Setiap selesai pemberian
materi guru memberikan contoh tentang cara pembuatan soal dan memberikan
informasi tentang materi pembelajaran dan bagaimana menerapkannya dalam problem
posing secara berkelompok.
Keuntungan belajar kelompok dalam Roestiah (2001: 17)
adalah:
1. Dapat
memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya
dan membahas suatu masalah.
2. Dapat
mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi
3. Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai
individu serta kebutuhan belajar
4. Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka dan mereka
lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi.
5. Dalam memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa
menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain,
hal mana mereka telah saling membantu kelompok dalam usaha mencapai tujuan bersama.
Adapun
langkah-langkah problem posing belajar kelompok adalah:
FASE
|
TINGKAH LAKU GURU
|
Langkah P. Posing
|
Fase1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
|
Guru menyampaikan
semua tujuan pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
|
Langkah
1 & 2
|
Fase -2
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
dan Menyajikan informasi
|
Guru menjelaskan
kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi secara evisien kemudian menyampaikan informasi
kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan dan memberikan
contoh soal
|
Langkah
3 & 4
|
Fase – 3
Membimbing kelompok, belajar mengajar
|
Guru membimbing
kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas
|
Langkah 5
|
Fase 4
Evaluasi
|
Guru mengevaluasi
hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempersentasikan hasil pekerjaannya
|
Langkah
7 & 8
|
Fase 5
Memberi penghargaan
|
Guru mencari
cara-cara untuk menghargai baik hasil belajar individu atau kelompok.
|
Langkah 9
|
Jadi langkah-langkah pembelajaran problem posing secara
berkelompok adalah :
1. Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Guru menyajikan
informasi baik secara ceramah atau tanya jawab selanjutnya memberi contoh cara
pembuatan soal dari informasi yang diberikan.
3. Guru membentuk kelompok belajar antara 2-4 siswa tiap kelompok yang
bersifat heterogen baik kemampuan, ras dan jenis kelamin.
4. Selama
kerja kelompok berlangsung guru membimbing kelompok-kelompok yang mengalami
kesulitan dalam membuat soal dan menyelesaikannya.
5. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari
dengan cara masing-masing kelompok mempersentasikan hasil pekerjaannya.
6. Guru memberi penghargaan kepada siswa atau kelompok yang telah
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.
2.6.
Kelebihan dan Kekurangan Problem Posing
Dalam
setiap pembelajaran pasti ada sisi kelebihan ataupun keunggulan dan kekuruangan
atau kelemahan. Begitu juga didalam pembelajaran melalui pendekatan problem
posing mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan menurut Rahayuningsih,
2002:18 dalam Sutisna, diantaranya adalah:
1. Kelebihan Problem
Posing
1) Kegiatan
pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa.
2) Minat siswa dalam pembelajaran matematika lebih
besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri.
3) Semua
siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.
4) Dengan
membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah.
5) Dapat
membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada dan yang baru diterima
sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan lebih baik,
merangsang siswa untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan
memperluan bahasan/ pengetahuan, siswa dapat memahami soal sebagai latihan
untuk memecahkan masalah.
2. Kekurangan Problem
Posing
1) Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat
disampaikan
2) Waktu yang
digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya sehingga materi
yang disampaikan lebih sedikit.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Problem
posing adalah perumusan masalah yang berkaitan dengan syarat-syarat
soal yang telah dipecahkan atau alternatif soal yang masih relevan. Problem
posing dapat membantu siswa dalam mencari topik baru dan menyediakan pemahaman
yang lebih mendalam. Selain itu juga, problem posing dapat mendorong
terciptanya ide-ide baru yang berasal dari setiap topik yang diberikan. Topik
disini khususnya dalam pembelajaran matematika.
Langkah-langkah
pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing adalah sebagai berikut:
1. Membuka kegiatan pembelajaran.
2. Menyampaikan
tujuan pembelajaran.
3. Menjelaskan
materi pelajaran.
4. Memberikan
contoh soal.
5. Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas
6. Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan menyelesaikannya
7. Mengarahkan
siswa untuk membuat kesimpulan
8. Membuat
rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa.
9. Menutup
kegiatan pembelajaran.
Adapun kelebihan dari pendekatan problem posing antara lain
sebagai berikut:
1) Kegiatan
pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa.
2) Minat siswa dalam pembelajaran matematika lebih
besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri.
3) Semua
siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.
4) Dengan
membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah.
5) Dapat
membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada dan yang baru diterima
sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan lebih baik,
merangsang siswa untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan
memperluan bahasan/ pengetahuan, siswa dapat memahami soal sebagai latihan
untuk memecahkan masalah.
Sedangkan kekurangan dari pendekatan problem posing adalah:
1) Persiapan guru lebih banyak karena menyiapkan informasi apa yang
akan disampaikan.
2) Waktu yang
digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya sehingga materi
yang disampaikan lebih sedikit.
3)
Menggunakan metode ceramah dalam penyampaian materi.
3.2 Saran
Adapun
saran dari penulis sebagai berikut:
·
Sebagai seorang pendidik kita harus
berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi pendidik yang profesional, baik dalam
pengembangan pembelajaran maupun pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat
untuk setiap materi yang diberikan.
·
Seorang pendidik yang tidak hanya
sekedar mentransfer ilmu yang dimiliki, tetapi berusaha menggali dan
meningkatkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdussakir. ( 2009). Pembelajaran Matematika Dengan
Problem Posing. [Online].
Tersedia : http://abdussakir.wordpress.com/2009/02/13/pembelajaran-
matematika-dengan-problem-posing/.
Abin. (2010). Meningkatkan
Prestasi Belajar matematika Siswa Melalui Problem Posing Secara Berkelompok
Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) di Kelas VIII
SMPN 2 Kendari. [Online]. Tersedia :http://pendidikan-matematika.blogspot.com/2009/03/proposal-problem-posing.html
Muhfida. (2010). Problem Posing dalam
Pembelajaran Matematika. [Online]. Tersedia: http://blog.muhfida.com/problem-posing-dalam-pembelajaran-matematika
Muhfida.
(2010). Pendekatan Problem Posing. [Online]. Tersedia:
http://www.muhfida. com/pendekatanproblemposing.html
Simanjuntak,
Lisnawaty, dkk. 1993. Metode Mengajar Matematika. Rineka Cipta. Jakarta.
Surtini, Sri.
2004. Problem Posing dan Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan Cacah
Siswa SD. Jurnal pendidikan (on line volume 5 no. 1).[Online].
Tersedia: http://pk.ut.ac. Id/Scan Penelitian/Sri % 2004. pdf.
Sutisna.
(2010). Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran dengan Pendekatan
Problem Posing. [Online]. Tersedia : http://sutisna.com/artikel/artikel-kependidikan/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran-dengan-pendekatan-problem-posing/
Syarifulfahmi.
(2009). Pendekatan Pembelajaran Problem Posing. [Online]. Tersedia http://syarifulfahmi.blogspot.com/2009/09/pendekatan-pembelajaran-problem-posing.html.
Tim Penelitian
Tindakan Matematika (PTM). 2002. Meningkatkan Kemampuan Siswa
Menerapkan Konsep Matematika Melalui Pemberian Tugas Problem Posing Secara
Berkelompok. Buletin Pelangi PendidikanVolume 2. Jakarta. Direktorat Pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar