Senin, 25 Februari 2013

Problem Posing


BAB I
 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Matematika memiliki peranan penting dalam mengembangkan IPTEK, pendukung studi lainnya serta berperan dalam membentuk pola pikir logis, kritis dan kreatif secara efektif. Di sisi lain, matematika juga dianggap sebagai kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap orang agar dapat beradaptasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Mengingat pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari, maka pembelajaran matematika yang diberikan guru merupakan hal yang penting untuk diperhatikan terutama dalam pemilihan pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat.  Pada kenyataannya, matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang sulit, bersifat abstrak dan bahkan pelajaran yang menakutkan bagi sebagian siswa. Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Oleh sebab itu sebelum sampai kepada tingkat yang abstrak dan siswa mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak, matematika harusnya dipelajari melalui tingkatan kongkret dengan menyertakan contoh-contoh yang kongkret sesuai dengan kondisi yang dihadapi melalui kejadian sehari-hari yang benar nyata.
Pembelajaran matematika yang dilakukan selama ini kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam mengemukakan ide dan gagasan yang akan mengarahkan kepada pembentukan pengetahuan matematika mereka sendiri. Siswa lebih banyak bergantung pada guru yang mengakibatkan pembelajaran terpusat pada guru (teacher-centred) dimana guru berperan aktif sementara siswa menjadi pasif. Pembelajaran yang seperti ini merupakan pembelajaran dimana guru mentransfer ilmunya langsung kepada siswa dan pembelajaran yang lebih menekankan hasil dimana siswa hanya menerapkan  rumus atau algoritma daripada menekankan pada proses, sehingga memandang matematika sebagai kumpulan rumus bukan sebagai proses berpikir, siswa tidak mampu mandiri dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya saat pembelajaran langsung kecuali duduk manis mendengarkan penjelasan dari guru.
Proses  pembelajaran tidak menghantarkan pembelajaran berpusat pada siswa (student centered) akan memberikan kesan yang kurang baik karena pembelajaran terjadi satu arah sehingga siswa tidak menemukan sendiri konsep belajarnya dan membuat pembelajaran tidak bermakna. Hal tersebut dapat mengakibatkan pemahaman konsep, pengetahuan prosedural, ragam jawaban siswa serta sikap siswa terhadap matematika cukup memprihatinkan, hal ini hendaknya diubah. Perubahan itu dilakukan dengan lebih memberikan penekanan pada pemahaman konsep matematika dan pengetahuan prosedural.
Depdiknas (2003) memberikan pedoman mengenai beberapa kompetensi yang perlu diperhatikan guru dalam melakukan penilaian, yaitu : 1) Pemahaman konsep : siswa mampu mendefenisikan konsep, mengidentifikasi, dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep tersebut; 2) Prosedur : Siswa mampu mengenali prosedur atau proses menghitung yang benar dan tidak benar; 3) Komunikasi: Siswa mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis atau mendemonstrasikan; 4) Penalaran: Siswa mampu memberikan alasan induktif dan deduktif sederhana; 5) Pemecahan masalah: Siswa mampu memahami masalah, memilih strategi penyelesaian, dan menyelesaikan masalah.
Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam memahami, mengerti, menganalisis dengan baik unsur-unsur yang ada dalam matematika. Penggunaan simbol-simbol yang bervariasi dan rumus-rumus yang beraneka ragam, menuntut siswa untuk lebih memusatkan pikirannya agar dapat menguasai konsep dan prosedural dalam matematika dengan memberikan permasalahan kepada siswa.
Untuk permasalahan tersebut pembelajaran matematika perlu diperbaiki guna meningkatkan kemampuan untuk memahami konsep matematika dan mengetahui prosedur mengerjakan tugas matematika, hendaknya guru dapat memilih dan menerapkan suatu pembelajaran yang lebih efektif untuk meningkatkan pemahaman konsep dan pengetahuan prosedural matematika siswa yaitu dengan menawarkan suatu pembelajaran Problem Posing. Pembelajaran Problem Posing  akan dapat menumbuhkan kembali motivasi dan minat siswa, mendorong adanya interaksi antar siswa dan guru.
Pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah akan mengubah pembelajaran yang selama ini berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Dimana pembelajaran selama ini siswa hanya menerima materi dari pengajar, mencatat dan menghapalkannya diubah kearah yang mencari dan menemukan pengetahuan sehingga terjadi peningkatan pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Pembelajaran ini memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa melalui pembentukan soal sederhana, dimana siswa mempelajari pengetahuan dari masalah yang diberikan. Oleh karena itu, siswa hendaknya diberikan latihan dan dibiasakan untuk memecahkan masalah. 
Penggunaan pembelajan problem posing diharapkan dapat menciptakan situasi belajar yang menyenangkan, mendorong siswa belajar dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep yang dipelajarinya sehingga tercapainya hasil belajar siswa yang baik. Dengan pemberian suatu masalah kepada siswa akan menimbulkan rasa ingin tahunya, bagaimana cara menyelesaikanya, konsep yang bagaimana yang diperlukan untuk pemecahanyan dan metode apa yang tepat digunakan untuk penyelesainya. Hal tersebut akan mendorong siswa menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki dan mencari yang perlu diketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Pembelajaran ini akan membuat siswa lebih memahami konsep matematika dan mengetahui prosedur penyelesaian masalah sehingga siswa terampil menyelesaikan soal-soal matematika serta kinerja dan ragam jawaban dari siswa akan lebih baik. 
Pembelajaran problem posing membuat siswa menjadi pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan  belajarnya itu (Depdiknas: 2003). Dengan pembelajaran problem posing akan mengantarkan siswa untuk memahami konsep materi pelajaran dan mengetahui prosedur pemecahan masalah dimulai dari belajar dan bekerja pada situasi masalah yang diberikan diawal pembelajaran, sehingga siswa memperoleh kebebasan untuk berpikir mencari penyelesaianya dari masalah yang diberikan. Melalui pengalaman belajar yang diperoleh siswa melalui kegiatan bekerja, mencari dan menemukan sendiri tidak akan mudah melupakannya.

1.2  Rumusan Masalah
1.  Apakah pengertian pendekatan pembelajaran problem posing?
2. Bagaimana langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran problem posing?
3.  Apa kelebihan dan kelemahan pendekatan pembelajaran problem posing yang diterapkan?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan penelitian  ini adalah untuk :
1.  Mengetahui pengertian pendekatan pembelajaran problem posing.
2. Mengetahui langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran problem posing.
2.  Mengetahui keunggulan dan kelemahan pendekatan pembelajaran problem posing yang diterapkan.
1.4 Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1.  Membantu guru dalam  memahami dan menerapkan pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan problem posing.
2.  Memberikan masukan dan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah khususnya dalam pemilihan pendekatan pembelajaran.




BAB II
PEMBAHASAN

 2.1 Pembelajaran  Problem Posing
Problem posing mulai dikembangkan pada tahun 1997 oleh Lynn D. English dan awal mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Kemudian model ini dikembangkan pada mata pelajaran yang lain. Model pembelajaran problem posing mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2000.
Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai beberapa padanan dalam bahasa Indonesia. Suryanto (1998:1) dan As’ari (2000:4) memadankan istilah problem posing dengan pembentukan soal. Sedangkan Sutiarso (1999:16) menggunakan istilah membuat soal, Siswono (1999:7) menggunakan istilah pengajuan soal, dan Suharta (2000:4) menggunakan istilah pengkonstruksian masalah, (Abdussakir:2009).
Problem Posing mempunyai beberapa arti, problem posing adalah perumusan masalah yang berkaitan dengan syarat-syarat soal yang telah dipecahkan atau alternatif soal yang masih relevan. Problem posing dapat membantu siswa dalam mencari topik baru dan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam. Selain itu juga, problem posing dapat mendorong terciptanya ide-ide baru yang berasal dari setiap topik yang diberikan. Topik disini khususnya dalam pembelajaran matematika. 
Problem posing dalam matematika mempunyai beberapa arti (Suryanto, 1998 dalam Muhfida) yaitu:
a.  Perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terjadi dalam pemecahan soal-soal yang rumit. Pengertian ini menunjukkan bahwa pengajuan soal merupakan salah satu langkah dalam rencana pemecahan masalah/soal.
b.  Perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka pencarian alternative pemecahan atau alternative soal yang relevan. Pengertian ini berkaitan erat dengan langkah melihat kembali yang dianjurkan oleh Polya (1973) dalam memecahkan masalah soal.
c.  Perumusan soal atau pembentukan soal dari suatu situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, saat atau setelah pemecahan suatu masalah/soal.
Pada situasi problem posing yang bebas, siswa tidak diberikan suatu informasi yang harus ia patuhi, tetapi siswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk membentuk soal sesuai dengan apa yang ia kehendaki. Siswa dapat  menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan dalam pembentukan soal. Sedangkan dalam situasi problem posing yang semi terstruktur, siswa diberi situasi atau informasi yang terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mencari atau menyelidiki situasi atau informasi tersebut dengan cara menggunakan pengetahuan yang dimilikinya. Selain itu, siswa harus mengaitkan informasi itu dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika yang diketahuinya untuk membentuk soal. Pada situasi problem posing yang terstuktur, informasi atau situasinya berupa soal atau selesaian dari suatu soal.
Setiawan (2004:17) mengatakan pembentukan soal atau pembentukan masalah mencakup dua kegiatan yaitu :
1.  Pembentukan soal baru atau pembentukan soal dari situasi atau dari pengalaman siswa.
2.  Pembentukan soal dari soal yang sudah ada.
Dari sini kita bisa katakan bahwa problem posing merupakan suatu pembentukan soal atau pengajuan soal yang dilakukan oleh siswa dengan cara membuat soal tidak jauh beda dengan soal yang diberikan oleh guru ataupun dari situasi dan pengalaman siswa itu sendiri. Pada prinsipnya, model pembelajaran problem posing adalah suatu model pembelajaran yang mewajibkan para siswa untuk mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.
Penerapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut:
a.  Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Penggunaan alat peraga untuk memperjelas konsep sangat disarankan.
b.  Guru memberikan latihan soal secukupnya.
c.  Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, dan siswa yang bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini dapat pula dilakukan secara kelompok.
d.  Pada pertemuan berikutnya, secara acak, guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal temuannya di depan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara selektif berdasarkan bobot soal yang diajukan oleh siswa.
e.  Guru memberikan tugas rumah secara individual.

Problem posing merupakan masalah pokok dalam disiplin matematika dan dalam alam berpikir matematik. Karena karakteristik berpikir matematika dapat dilaksanakan dalam pembelajaran dengan problem posing.
Menurut Suryanto (1998) dalam Muhfida, sistem berpikir matematis dapat diartikan:
1.  memahami,
2.  keluar dari kemacetan,
3.  mengidentifikasi kekeliruan,
4.  meminimumkan pekerjaan berhitung,
5.  meminimumkan pekerjaan menulis,
6.  tekun, siap mencari jalan lain ketika diperlukan, dan
7.  membentuk soal.
Secara umum seseorang yang sudah mampu berpikir matematika, berarti sudah mampu membentuk pola pikirnya pada pola berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis dapat didefinisikan sebagai kemampuan berpikir yang meliputi: memahami, mengamati, membandingkan, mengelompokkan, mengimajinasi, menghipotesis, mengasumsi, mengumpulkan, dan mengorganisasikan data, meringkas, menafsirkan, menyelesaikan masalah, dan membuat keputusan
Dalam model pembelajaran pengajuan soal (problem posing) siswa dilatih untuk memperkuat dan memperkaya konsep-konsep dasar matematika. Dengan demikian, kekuatan-kekuatan model pembelajaran problem posing sebagai berikut.
a.  Memberi penguatan terhadap konsep yang diterima atau memperkaya konsep-konsep dasar.
b.  Diharapkan mampu melatih siswa meningkatkan kemampuan dalam belajar.
c.  Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah.

2.2 Problem Posing dan Relevansinya dengan Matematika
Problem posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara yang efektif untuk mengembangkan keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam menerapkan konsep matematika.
Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM) (2002 : 2) mengatakan bahwa :
1. Adanya korelasi positif antara kemampuan membentuk soal dan kemampuan membentuk masalah.
2. Latihan membentuk soal merupakan cara efektif untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam memecahkan suatu masalah.
Problem posing memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat berpikir secara bebas dan mandiri dalam menyelesaikan masalah. Masalah disini tentunya masalah dalam matematika.
Adapun masalah dalam matematika diklasifikasikan dalam dua jenis antara lain:
1.    Soal mencari (problem to find) yaitu mencari, menentukan, atau mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal. Objek yang ditanyakan atau dicari (unknown), syarat-syarat yang memenuhi soal (condition) dan data atau informasi yang diberikan merupakan bagian penting atau pokok dari sebuah soal mencari dan harus dipenuhi serta dikenali dengan baik pada saat memecahkan masalah.
2.    Soal membuktikan (problem to prove), yaitu prosedur untuk menentukan apakah suatu pernyataan benar atau tidak benar. Soal membuktikan terdiri atas bagian hipotesis dan kesimpulan. Pembuktian dilakukan dengan membuat atau memproses pernyataan yang logis dari hipotesis menuju kesimpulan (Depdiknas, 2005: 219).
Silver dkk dalam Surtini (2004: 48) mengemukakan bahwa sebenarnya sudah sejak lama para tokoh pendidikan matematika menunjukkan pembentukan soal merupakan bagian penting dalam pengalaman matematis siswa dan menyarankan agar dalam pembelajaran matematika ditekankan kegiatan pembentukan soal.
Hasil penelitian Silver dan Cai dalam Surtini (2004: 49) menunjukkan bahwa kemampuan pembentukan soal berkorelasi positif dengan kemampuan memecahkan masalah. Dengan demikian kemampuan pembentukan soal sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika di sekolah sebagai usaha meningkatkan hasil pembelajaran matematika dan dapat meningkatkan kemampuan siswa. Dari sini kita peroleh bahwa pembentukan soal penting dalam pelajaran matematika guna meningkatkan prestasi belajar matematika siswa dengan membuat siswa  aktif dan kreatif.

2.3. Pendekatan Problem Posing Dalam Pembelajaran Matematika
Sesuai dengan kedudukan problem posing merupakan langkah awal dari problem solving, maka pembelajaran problem posing juga merupakan pengembangan dari pembelajaran problem solving. Problem posing diperlukan kemampuan siswa dalam memahami soal, merencanakan langkah-langkah penyelesaian soal, dan menyelesaikan soal tersebut. Ketiga kemampuan tersebut merupakan juga merupakan sebagian dari langkah-langkah pembelajaran problem solving. Dalam pembelajaran matematika, pengajuan soal menempati posisi yang strategis. Pengajuan soal dikatakan sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran matematika.
Disamping itu makin bertambah pendidik matematika yang menganjurkan agar siswa diberi kesempatan secara teratur untuk menulis soal (masalah) matematikanya sendiri. Pengajuan soal dapat membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan performannya dalam pemecahan masalah. Pengajuan soal juga sebagai sarana komunikasi matematika siswa.  Oleh karena itu, problem posing dapat menjadi salah satu alternatif untuk mengembangkan berpikir matematis atau pola pikir matematis.
Problem posing merupakan kegiatan penting dalam pembelajaran matematika. NCTM merekomendasikan agar dalam pembelajaran matematika, para siswa diberikan kesempatan untuk mengajukan soal sendiri (dalam Abdussakir).
Pembuatan soal dalam pembelajaran matematika melalui dua tahap kegiatan kognitif, yaitu accepting (menerima) dan challenging (menantang). Menerima terjadi ketika siswa membaca situasi atau informasi yang diberika guru dan menantang terjadi ketika siswa berusaha untuk mengajukan soal berdasarkan situasi atau informasi yang diberikan. Sehubungan dengan hal tersebut As’ari (2000:9) dalam Abdussakir, menegaskan bahwa proses kognitif menerima memungkinkan siswa untuk menempatkan suatu informasi pada suatu jaringan struktur kognitif sehingga struktur kognitif tersebut makin kaya, sementara proses kognitif menantang memungkinkan jaringan stuktur kognitif yang ada menjadi semakin kuat hubungannya. Dengan demikian pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing akan menambah kemampuan dan penguatan konsep dan prinsip matematika siswa.
Pendekatan problem posing (pengajuan masalah) dapat dilakukan secara individu atau kelompok (classical), berpasangan (in pairs) atau secara berkelompok (groups). Masalah matematika yang diajukan secara individu tidak memuat intervensi atau pemikiran dari siswa yang lain. Masalah tersebut adalah murni sebagai hasil pemikiran yang dilatar belakangi oleh situasi yang diberikan.
Masalah matematika yang diajukan oleh siswa yang dibuat secara berpasangan dapat lebih berbobot, jika dilakukan dengan cara kolaborasi, utamanya yang berkaitan dengan tingkat keterselesaian masalah tersebut. Sama halnya dengan masalah matematika yang dirumuskan dalam satu kelompok kecil, akan menjadi lebih berkualitas manakala anggota kelompok dapat berpartsipasi dengan baik (Hamzah, 2003: 10 dalam Muhfida).
Dalam pelaksanaannya dikenal beberapa jenis model problem posing antara lain:
1.    Situasi problem posing bebas, siswa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengajukan soal sesuai dengan apa yang dikehendaki. Siswa dapat menggunakan fenomena dalam kehidupan sehari-hari sebagai acuan untuk mengajukan soal.
2.    Situasi problem posing semi terstruktur, siswa diberikan situasi/informasi terbuka. Kemudian siswa diminta untuk mengajukan soal dengan mengkaitkan informasi itu dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Situasi dapat berupa gambar atau informasi yang dihubungkan dengan konsep tertentu.
3.    Situasi problem posing terstruktur, siswa diberi soal atau selesaian soal tersebut, kemudian berdasarkan hal tersebut siswa diminta untuk mengajukan soal baru.

 2.4. Langkah-Langkah Pembelajaran Problem Posing
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing menurut Budiasih dan Kartini dalam Syarifulfahmi(2009) adalah sebagai berikut:
1.  Membuka kegiatan pembelajaran.
2.  Menyampaikan tujuan pembelajaran.
3.  Menjelaskan materi pelajaran.
4.  Memberikan contoh soal.
5.  Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas
6.  Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan menyelesaikannya
7.  Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan
8.  Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa.
9.  Menutup kegiatan pembelajaran.

Menurut Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi, batasan mengenai pembentukan soal adalah sebagai berikut:
1.  Perumusan ulang soal yang sudah ada dengan perubahan agar menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit.
2.  Perumusan atau pembentukan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan yang lain.
3.  Perumusan atau pembentukan soal dari kondisi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau sesudah penyelesaian soal.

Adapun kondisi dalam pembentukan soal, menurut Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi dibagi menjadi tiga golongan yakni:
1.  Kondisi bebas, yakni jika kondisi tersebut memberi kebebasan sepenuhnya kepada siswa untuk membentuk soal, karena siswa tidak diberi kondisi yang harus dipenuhi.
2.  Kondisi semi terstruktur, yakni jika siswa diberi suatu kondisi dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya.
3.  Kondisi terstruktur, adalah jika kondisi yang digunakan berupa soal atau penyelesaian soal.

Amin Suyitno dalam Sari (2007), menjelaskan bahwa problem posing diaplikasikan dalam tiga bentuk aktifitas kognitif matematika sebagai berikut.
a.  Pre solution posing
Pre solution posing yaitu siswa membuat pertanyaan berdasarkan pernyataan yang dibuat oleh guru. Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut.

Contoh 1.
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
1)  Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
2)  Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
3)  Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?
Contoh 2.
Sederhanakan hasil perkalian berikut:    82 x 86
Kemungkinana pertanyaan siswa sebagai berikut:
1.  Berapakah hasil pangkat 82
2.  Berapakah hasil 86
3.  Tuliskan hasil 8+ 86

b. Within solution posing
Within solution posing yaitu siswa memecah pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru.
Contoh penerapan dalam soal, jika guru memberikan pernyataan sebagai berikut.
Contoh1.
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit. Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
a)  Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
b)  Berapa banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
Contoh2.
Sederhanakan  perkalian bilangan bulat berikut: 3 x b2 x b10 x b
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut:
1.  Tentukan peralian berulang 3 x b2
2.  Tentukan perkalian berulang 3 x b10

c.  Post solution posing
Post solution posing yaitu siswa membuat soal yang sejenis, seperti yang dibuat oleh guru. Jika guru memberikan pertanyaan sebagai berikut.
Contoh1.
“Dari 85 anak diketahui hanya 12 anak yang tidak menyukai biskuit dan cokelat, 45 anak menyukai cokelat, dan 38 anak menyukai biskuit
1)  Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai biskuit?
2)  Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai cokelat?
3)  Berapakah banyaknya anak yang menyukai biskuit dan cokelat?”
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
Dari 42 siswa, 45 siswa menyukai atletik, 38 siswa menyukai senam, dan hanya 8 siswa yang tidak menyukai atletik dan senam.
1)  Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai atletik?
2)  Berapakah banyaknya anak yang hanya menyukai senam?
3)  Berapakah banyaknya anak yang menyukai atletik dan senam?
Contoh 2.
Sederhanakan perkalian bilangan berpangkat berikut: 3 x b2 x b10 x b
1.   Tentukan peralian berulang 3 x b2?
2.  Tentukan perkalian berulang 3 x b10?
Kemungkinan pertanyaan yang dibuat oleh siswa sebagai berikut.
Sedehanakan perkalian bilangan berpangkat berikut 10 x p5  x p7 x p
1.  Tentukan perkalian berulang 10 x p2
2.  Tentukan perkalian berulang 10 x p10

Menurut Terry Dash dalam Syarifulfahmi, penyusunan soal-soal baru dapat digali dari soal yang sudah ada. Artinya, soal yang sudah ada dapat menjadi bibit untuik soal baru dengan mengubah, menambah, atau mengganti satu atau lebih karakteristik soal yang terdahulu. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.  Change the numbers
     Salah satu cara membuat soal dari soal yang sudah ada adalah dengan mengubah bilangan.
2.  Change the operations
     Cara lain membuat soal dari soal yang sudah tersedia adalah dengan mengubah operasi hitungnya.

Kemampuan siswa dalam membentuk soal dapat dikembangkan dengan cara guru memberikan beberapa contoh seperti berikut:
1.  Membentuk soal dari soal yang sudah ada atau memperluas soal yang sudah ada.
2.  Menyusun soal dari suatu situasi, atau berdasarkan gambar di majalah atau surat kabar, atau membuat soal mengenai benda-benda konkret yang dapat dimanipulasi (dikutak-kutik).
3.  Memberikan soal terbuka.
4.  Menyusun sejumlah soal yang mirip tetapi dengan taraf kesilitan yang bervariasi.

Kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan soal, secara teknis yang dapat dilakukan adalah:
1.  Siswa menyusun soal secara individu. Dalam penyusunan soal ini, hendaknya siswa tidak asal menyusun soal, akan tetapi juga mempersiapkan jawaban dari soal yang sedang disusunnya. Dengan kata lain, setelah siswa tersebut dapat membuat soal, maka dia juga dapat menyelesaikan soal tersebut.
2.  Siswa menyusun soal. Soal yang telah tersusun tersebut kemudian diberikan kepada teman sekelasnya. Distribusi soal-soal yang telah tersusun tersebut dapat menggunakan cara penggeseran atau dengan cara bertukar dengan teman semeja. Artinya, distribusi soal tersebut secara individu.
3.  Agar lebih bervariasi dan lebih menumbuhkan sikap aktif, interaktif, dan kretaif, maka dapat dibentuk kelompok-kelompok kecil untuk menyusun soal dan soal tersebut didistribusikan kepada kelompok lain untuk diselesaikan. Soal dari kelompok tersebut, diharapkan tingkat kesulitannya lebih tinggi dari soal yang disusun secara individu.

Pembelajaran dengan pendekatan problem posing tidak dapat dilepaskan dari kegiatan memecahkan masalah/soal, karena memecahkan masalah adalah salah satu unsur utama dalam pembelajaran matematika. Dalam problem posing, siswa diberi kegiatan untuk membuat/membentuk soal kemudian menyelesaikan/memecahkan soal tersebut sesuai dengan konsep atau materi yang telah dipelajari.
Persoalan yang harus dipecahkan oleh siswa datang siswa itu sendiri atau siswa yang lain dalam Pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing. Jika menggunakan variasi lain, misal dengan dibuat kelompok-kelompok, maka soal-soal dapat berasal dari kelompok yang lain. Pemecahan masalah memacu fungsi otak anak, mengembangkan daya pikir secara kreatif untuk mengenali masalah, dan mencari alternatif pemecahannya.
Proses pemecahan masalah terletak pada diri pelajar, variabel dari luar hanya merupakan intruksi verbal yang bersifat membantu atau membimbing pelajar untuk memecahkan masalah. Memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi-kombinasi aturan yang telah dipelajarinya lebih dahulu kemudian menggunakannya untuk memecahkan masalah. Namun memecahkan masalah tidak hanya menerapkan aturan-aturan yang telah diketahui tetapi juga memperoleh pengetahuan baru.
Pendekatan problem posing ternyata sesuai dengan salah satu teori tentang berpikir matematis. Berpikir matematis terdiri atas beberapa komponen, yaitu:
1.  Memahami masalah atau perkara (segala sesuatu yang dikerjakan dalam pelajaran matematika harus bermakna).
2.  Berusaha keluar dari kemacetan yang ada (bilamana mengalami kemacetan, harus dapat menggunakan apa yang telah  diketahui untuk keluar dari kemacetan).
3.  Menemukan kekeliruan yang ada (harus dapat menemukan kekeliruan yang ada dalam jawaban soal, dalam langkah yang kamu gunakan, dan dalam berpikir).
4.  Meminimumkan pembilangan (jika melakukan hitungan, harus sedikit mungkin menggunakan pembilangan).
5.  Meminimumkan tulis-menulis dalam perhitungan.
6.  Gigih dalam mencari strategi pemecahan masalah (jika  menggunakan suatu strategi pemecahan masalah tidak menghasilkan jawaban, kamu harus mencari strategi lain, jangan mudah putus asa).
7.  Membentuk soal atau masalah (harus mampu memperluas masalah dengan membentuk pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal).
Pembelajaran matematika melalui problem posing diharapkan merupakan pendekatan yang efektif, karena kegiatan tersebut sesuai dengan pola pikir matematis, dalam arti:
1. Pengembangan matematika sering terjadi dari kegiatan membentuk soal
2. Membentuk soal merupakan salah satu tahap dalam berpikir matematis.
Pembelajaran matematika menggunakan pendekatan problem posing jika diperhatikan maka semua potensi siswa (pendengaran, penglihatan, dan pemikiran/jalan berpikir) dilibatkan dalam pembelajaran menggunakan pendekatan ini, sehingga siswa diharapkan akan menguasai ilmu yang diserapnya.

2.5.  Problem Posing Secara Berkelompok
Pembelajaran dengan problem posing ini menekankan pada pembentukan atau perumusan soal oleh siswa baik secara individu, maupun secara berkelompok. Setiap selesai pemberian materi guru memberikan contoh tentang cara pembuatan soal dan memberikan informasi tentang materi pembelajaran dan bagaimana menerapkannya dalam problem posing secara berkelompok.
Keuntungan belajar kelompok dalam Roestiah (2001: 17) adalah:
1.  Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
2.  Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi
3.  Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu serta kebutuhan belajar
4.  Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka dan mereka lebih aktif berpartisipasi dalam diskusi.
5.  Dalam memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain, hal mana mereka telah saling membantu kelompok dalam usaha mencapai tujuan bersama.


Adapun langkah-langkah problem posing belajar kelompok adalah:
FASE
TINGKAH LAKU GURU
Langkah  P. Posing
Fase1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Langkah
1 & 2
Fase -2
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar dan Menyajikan informasi
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara evisien kemudian menyampaikan  informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan dan memberikan contoh soal
Langkah
3 & 4
Fase – 3
Membimbing kelompok, belajar mengajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas
Langkah 5
Fase 4
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil pekerjaannya
Langkah
7 & 8
Fase 5
Memberi penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik hasil belajar individu atau kelompok.
Langkah 9


Jadi langkah-langkah pembelajaran problem posing secara berkelompok adalah :
1.  Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.
2.  Guru menyajikan informasi baik secara ceramah atau tanya jawab selanjutnya memberi contoh cara pembuatan soal dari informasi yang diberikan.
3.  Guru membentuk kelompok belajar antara 2-4 siswa tiap kelompok yang bersifat heterogen baik kemampuan, ras dan jenis kelamin.
4.  Selama kerja kelompok berlangsung guru membimbing kelompok-kelompok yang mengalami kesulitan dalam membuat soal dan menyelesaikannya.
5.  Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dengan cara masing-masing kelompok mempersentasikan hasil pekerjaannya.
6.  Guru memberi penghargaan kepada siswa atau kelompok yang telah menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.

2.6.    Kelebihan dan Kekurangan Problem Posing
Dalam setiap pembelajaran pasti ada sisi kelebihan ataupun keunggulan dan kekuruangan atau kelemahan. Begitu juga didalam pembelajaran melalui pendekatan problem posing mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan  menurut Rahayuningsih, 2002:18 dalam Sutisna, diantaranya adalah:

1.      Kelebihan Problem Posing
1)    Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa.
2)    Minat siswa dalam pembelajaran matematika lebih besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri.
3)    Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.
4)    Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.
5)    Dapat membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada dan yang baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan lebih baik, merangsang siswa untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan memperluan bahasan/ pengetahuan, siswa dapat memahami soal sebagai latihan untuk memecahkan masalah.

2.      Kekurangan Problem Posing
1)    Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat disampaikan
2)    Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.



BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Problem posing adalah perumusan masalah yang berkaitan dengan syarat-syarat soal yang telah dipecahkan atau alternatif soal yang masih relevan. Problem posing dapat membantu siswa dalam mencari topik baru dan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam. Selain itu juga, problem posing dapat mendorong terciptanya ide-ide baru yang berasal dari setiap topik yang diberikan. Topik disini khususnya dalam pembelajaran matematika. 
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing adalah sebagai berikut:
1.  Membuka kegiatan pembelajaran.
2.  Menyampaikan tujuan pembelajaran.
3.  Menjelaskan materi pelajaran.
4.  Memberikan contoh soal.
5.  Memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas
6.  Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan menyelesaikannya
7.  Mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan
8.  Membuat rangkuman berdasarkan kesimpulan yang dibuat siswa.
9.  Menutup kegiatan pembelajaran.
Adapun kelebihan dari pendekatan problem posing antara lain sebagai berikut:
1)    Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa.
2)    Minat siswa dalam pembelajaran matematika lebih besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri.
3)    Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.
4)    Dengan membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.
5)    Dapat membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada dan yang baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan lebih baik, merangsang siswa untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan memperluan bahasan/ pengetahuan, siswa dapat memahami soal sebagai latihan untuk memecahkan masalah.

Sedangkan kekurangan dari pendekatan problem posing adalah:
1)    Persiapan guru lebih banyak karena menyiapkan informasi apa yang akan disampaikan.
2)   Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya sehingga materi yang disampaikan lebih sedikit.
3)   Menggunakan metode ceramah dalam penyampaian materi.

3.2 Saran
Adapun saran dari penulis sebagai berikut:
·      Sebagai seorang pendidik kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi pendidik yang profesional, baik dalam pengembangan pembelajaran maupun pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk setiap materi yang diberikan.
·      Seorang pendidik yang tidak hanya sekedar mentransfer ilmu yang dimiliki, tetapi berusaha menggali dan meningkatkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa.




DAFTAR PUSTAKA

Abdussakir. ( 2009). Pembelajaran Matematika Dengan Problem Posing. [Online].
Abin. (2010). Meningkatkan Prestasi Belajar matematika Siswa Melalui Problem Posing Secara Berkelompok Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) di Kelas VIII SMPN 2 Kendari. [Online]. Tersedia :http://pendidikan-matematika.blogspot.com/2009/03/proposal-problem-posing.html
Muhfida. (2010). Pendekatan Problem Posing. [Online]. Tersedia: http://www.muhfida. com/pendekatanproblemposing.html
Simanjuntak, Lisnawaty, dkk. 1993. Metode Mengajar Matematika. Rineka Cipta. Jakarta.
Surtini, Sri. 2004. Problem Posing dan Pembelajaran Operasi Hitung Bilangan Cacah Siswa SDJurnal pendidikan (on line volume 5 no. 1).[Online]. Tersedia: http://pk.ut.ac. Id/Scan Penelitian/Sri % 2004. pdf.
Sutisna. (2010). Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing. [Online]. Tersedia : http://sutisna.com/artikel/artikel-kependidikan/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran-dengan-pendekatan-problem-posing/
Syarifulfahmi. (2009). Pendekatan Pembelajaran Problem Posing. [Online]. Tersedia http://syarifulfahmi.blogspot.com/2009/09/pendekatan-pembelajaran-problem-posing.html.
Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM). 2002. Meningkatkan Kemampuan Siswa Menerapkan Konsep Matematika Melalui Pemberian Tugas Problem Posing Secara Berkelompok. Buletin Pelangi PendidikanVolume 2. Jakarta. Direktorat Pendidikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar