PEMBAHASAN
Pendefinisian pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
yang dikemukakan oleh ahli sangatlah beragam, namun pada dasarnya memuat
faktor-faktor yang sama. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual
Teaching and Learning, CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
dimulai dengan mengambil, mensimulasikan, menceritakan, berdialog, bertanya
jawab atau berdiskusi pada kejadian dunia nyata kehidupan sehari-hari yang
dialami siswa, kemudian diangkat kedalam konsep yang akan dipelajari dan
dibahas. Melalui pendekatan ini, memungkinkan terjadinya proses belajar yang di
dalamnya siswa mengeksplorasikan pemahaman serta kemampuan akademiknya dalam
berbagai variasi konteks, di dalam ataupun di luar kelas, untuk dapat
menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya baik secara mandiri ataupun
berkelompok. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Berns dan Ericson
(2001), yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah
suatu konsep pembelajaran yang dapat membantu guru menghubungkan materi
pelajaran dengan situasi nyata, dan memotivasi siswa untuk membuat koneksi
antara pengetahuan dan penerapannya dikehidupan sehari – hari dalam peran mereka sebagai anggota keluarga,
warga negara dan pekerja, sehingga mendorong motivasi mereka untuk bekerja
keras dalam menerapkan hasil belajarnya. Dengan demikian pembelajaran
kontekstual merupakan suatu sistem pembelajaran yang didasarkan pada penelitian
kognitif, afektif dan psikomotor, sehingga guru harus merencanakan pengajaran
yang cocok dengan tahap perkembangan siswa, baik itu mengenai kelompok belajar
siswa, memfasilitasi pengaturan belajar siswa, mempertimbangkan latar belakang
dan keragaman pengetahuan siswa, serta mempersiapkan cara-teknik pertanyaan dan
pelaksanaan assessmen otentiknya, sehingga pembelajaran mengarah pada
peningkatan kecerdasan siswa secara menyeluruh untuk dapat menyelesaikan
permasalahan yang dihadapinya.
Selanjutnya dalam sebuah laporan untuk Northwest
Regional Educational Laboratory, (Owens 2001)(Depdiknas ,2003) mengemukakan
tujuh elemen kunci dari pengajaran kontekstual yaitu belajar bermakna,
penerapan pengetahuan, berpikir tingkat tinggi, kurikulum yang dikembangkan
berdasarkan kepada standar yang sesuai, responsif terhadap budaya, dorongan aktif
serta penilaian yang otentik. Hal tersebut senada dengan Nurhadi dalam
Depdiknas,(2003) yang menyatakan bahwa :
“Pembelajaran
kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yaitu : Konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning),
masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling), refleksi
(relfection), dan asesmen
otentik ( authentic assesment).”
1.
Konstruktivisme (constructivism)
Konstruktivisme adalah proses membangun
atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognisi siswa berdasarkan
pengalaman. Menurut konstruktivisme, pengalaman itu memang bersala dari luar, akan
tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sesbab itu
pengalaman terbentuk oleh dua factor penting yaitu obyek yang menjadi bahan
pengamatan dan kemampuan subyek untuk menginterpretasi obyek tersebut.
2.
Menemukan(Inquiry)
Asas kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi meransang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.
Asas kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri. Artinya, proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal, akan tetapi meransang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya.
3.
Bertanya (Questioning)
Belajar
pada dasarnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.bertanya dapat dianggap
sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu, sedangkan menjawab
pertanyaam mencerminkan kemampuan sesorang dalam berpikir. Dalam proses
pembelajaran CTL guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi
memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran bertanya sangat penting,sebab
melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbng dan mengarahkan siswa untuk
menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
4.
Masyarakat belajar (Learning community)
Dalam CTL penerapan
masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui
kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat
heterogen baik dilihat dari kemampuan belajar dan kecepatan belajarnya. Biarkan
dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan, yang cepat didorong untuk membantu
yang lambat belajar.
5. Pemodelan
(Modeling)
Yang dimaksud dengan asas pemodelan, adalah proses
pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh
setiap siswa.Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara melafalkan sebuah
kalimat asing. guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola dan
lain sebagainya.
6. Refleksi
(Reflection)
Refleksi
adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan
dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran
yang telah dilaluinya. Melalui refleksi pengalaman belajar itu akan dimasukkan
dalam struktur kognisi siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari
pengetahuan yang telah dibentuknya.
7.
Penilaian nyata (Authentic
assessment)
Penilaian
nyata (authentic assesement ) adalah
proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan
belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah
siswa benar-benar belajar atau tidak.apakah pengetahuan belajar siswa mempunyai
pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental
siswa.
Pendapat lain
mengenai komponen-komponen utama dari pengajaran kontekstual yaitu menurut
Johnson (2002), yang menyatakan bahwa pengajaran kontekstual berarti membuat
koneksi untuk menemukan makna, melakukan pekerjaan yang signifikan, mendorong
siswa untuk aktif, pengaturan belajar sendiri, bekerja sama dalam kelompok,
menekankan berpikir kreatif dan kritis, pengelolaan secara individual,
menggapai standar tinggi, dan menggunakan asesmen otentik.
Ada lima
karakteristik yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual,
yaitu:
- Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)
- Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
- Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (a) Konsep sementara (hipotesis), (b) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validisasi) dan atas dasar tanggapan itu (c) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
- Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge)
- Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Aktifitas pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
yang dikembangkan menurut Bern dan Se Stefano (Suryadi, 2005) memiliki beberapa
komponen, yaitu :
1. Pembelajaran
Berbasis Masalah
Pembelajaran
dengan pendekatan kontekstual dimulai dengan menghadapkan siswa kedalam suatu
permasalahan nyata atau disimulasikan yang menantang, agar siswa dapat
termotivasi untuk menyelesaikannya. Ketika siswa berhadapan dengan permasalahan
itu, mereka menyadari bahwa hal tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang, artinya mereka akan menyadari bahwa untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut siswa harus dapat mengkonstruksi pengetahuan secara kritis dengan cara
mengkoneksikan, mengintegrasikan serta mengeksplorasi informasi, ide – ide
serta konsep pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu yang ia miliki.
2. Belajar
dengan Multi Konteks
Belajar dengan
multi konteks artinya siswa belajar disesuaikan dengan melibatkan keadaan
kondisi sehari – hari, sehingga pengetahuan yang didapat dari sekolah dapat
diaplikasikan di tempat kerja, di rumah, bahkan di lingkungan masyarakatnya.
Oleh karena itu proses belajar siswa dalam mendapatkan pengetahuan diperoleh
melalui suatu pengkoordinasian yang melibatkan konteks sosial dan fisik,
sehingga setting pembelajaran dapat dilakukan di dalam atau di luar ruang
kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Sears dan Hersh (2001) yang mengasumsikan
bahwa pengetahuan tidak mungkin dapat dipisahkan dari konteks dan aktivitas
yang terkait dengan proses pengembangan pengetahuan tersebut. Dengan demikian,
bagaimana seseorang belajar, harus memperhatikan situasi – kondisi di mana dia
belajar sehingga mampu mendapatkan pengetahuan secara bermakna.
3.
Self-Regulated
Learning (SRL)
Pengaturan belajar mandiri (Self
Regulated Learning) menurut Bern
dan Se Stefano, mencakup tiga karakteristik sentral yaitu : (1) kesadaran
berpikir, (2) penggunaan strategi, dan (3) pemeliharaan motivasi. Pengembangan
sifat SRL pada diri seseorang meliputi peningkatan kesadaran tentang berpikir
efektif serta kemampuan menganalisis kebiasaan berpikir. Seseorang memiliki
peluang untuk mengembangkan keterlibatannya secara pribadi dalam kegiatan
observasi, evaluasi, dan bertindak untuk mengarahkan tiap rencana yang dia
buat, strategi yang dipilih, serta evaluasi tentang pekerjaan yang dihasilkan.
Agar motivasi belajar siswa selalu terpelihara baik, maka beberapa aspek yang
perlu diperhatikan adalah tujuan aktivitas yang dilakukan, tingkat kesulitan
serta nilainya, persepsi siswa tentang kemampuannya untuk mencapai tujuan
tersebut, dan persepsi siswa apabila mereka berhasil atau gagal dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Dengan demikian SRL
meliputi sikap dan kesadaran berpikir, penggunaan strategi, serta motivasi siswa
dalam belajar.
Peranan siswa dan guru dalam SRL
dapat dirangkum dalam Tabel 2.1 di bawah ini
Tabel 2.1
Peran Siswa dan Guru dalam Self
Regulated Learning
Peran Siswa
|
Peran Guru
|
·
Berperan aktif dalam proses belajar
·
Mendefiniskan tujuan belajar serta
masalah yang bermakna secara personal
·
Menumbuhkan motivasi dari
kebermaknaan tujuan, proses dan keterlibatan dalam belajar
·
Mempertimbangkan berbagai macam
pilihan strategi serta memilih strategi yang dianggap paling sesuai untuk
mencapai tujuan
·
Menyadari serta melakukan umpan
balik atas proses berpikir yang dilakukannya dan secara berkelanjutan mengembangkan pembelajarannya.
·
Memperoleh makna serta pengetahuan
dan melakukan transfer atau aplikasi pada pemecahan masalah yang dihadapi
secara kreatif dan inovatif
·
Berfikir secara refleksi sebagai
alat untuk mengembangkan aspek kognitif dan transfer pengetahuan.
·
Berpartisipasi dalam evaluasi untuk
pengembangan kemajuannya.
|
·
Memfasilitasi lingkungan belajar
yang memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengaturan belajar secara
mandiri.
·
Menciptakan kesempatan untuk
terjadinya aktifitas pribadi yang terkendali, bekerja kelompok, dan berbagi
pengetahuan.
·
Membimbing siswa untuk belajar
sebagaimana mestinya.
·
Bertindak sebagai fasilitas dan
pembimbing
·
Menjadi model, mediator, dan
moderator yang kondisional dengan kebutuhan siswa
·
Membantu siswa untuk mengkoneksikan
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru.
·
Aktif mendengarkan, bertanya,
menyediakan balikan, serta menolong siswa untuk selalu terfokus pada
permasalahan yang dihadapi
|
4.
Penilaian yang Otentik
Penilaian yang otentik adalah suatu
penilaian yang tidak hanya mementingkan produk pembelajaran, tetapi lebih
berorientasi pada proses sehingga pelaksanaan penilaian menyatu selama proses
pembelajaran berlangsung. Dengan cara ini, maka setiap perkembangan peserta
didik baik individu maupun kelompok akan teramati, sehingga setiap kelebihan
dan kelemahan yang ditemukan akan segera dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik
bagi siswa maupun guru.
5. Masyarakat
Belajar
Aktivitas siswa selama KBM
berlangsung melibatkan suatu komunitas belajar tertentu yang dikenal sebagai
masyarakat/komunitas belajar (Learning Community). Dalam komunitas ini
siswa memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar, peserta didik
berbicara mengemukakan pendapatnya, berbagi pengalaman dan pengetahuan dengan
orang lain serta bekerja sama dalam suatu kelompok kecil (5/6 orang siswa),
saling berargumen dan menghargai pendapat orang lain, oleh karena itu dalam
pembelajaran akan terjadi suatu proses umpan balik yang aktif baik antar siswa
maupun dengan guru. Dengan terjadinya interaksi tersebut, maka dengan
sendirinya timbul refleksi hasil pemikiran siswa ataupun kelompoknya, yang
akhirnya akan meningkatkan pemahaman matematik setiap siswa.
Penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual di
dalam kelas tidaklah sulit, karena pendekatan pembelajaran ini menurut The Nortwest Regional Education Laboratory
USA (Suherman, 2002) memiliki karakteristik utama, yaitu Constructivism,
Inquiry, Questioning, Learning Community, Modeling, Reflection dan
Authentic Assesment. Hal ini seperti yang diungkapkan Depdiknas (Nurhadi,
2002), yang menyatakan bahwa:
Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah.
Secara garis besar, sintaks (langkahnya) adalah berikut ini :
1.
Kembangkan
pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara mereka sendiri,
menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan
barunya.
2.
Laksanakan
sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3.
Kembangkan
sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4.
Ciptakan
‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok).
5.
Hadirkan
‘model’ sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di
akhir pertemuan.
7.
Lakukan
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
PERBEDAAN
PENDEKATAN CTL DENGAN PENDEKATAN KONVENSIONAL
|
Pendekatan CTL
|
Konvensional
|
1.
|
Siswa
terlibat dalam proses pembelajaran, guru sebagai fasilitator dan mediator
|
Siswa
menerima infomasi secara pasif, guru mendominasi pembelajaran
|
2.
|
Siswa
belajar dari teman melalui kerja kelompok diskusi dan saling mengoreksi
|
Siswa
belajar secara individual
|
3.
|
Pembelajaran
dikaitkan dengan kehidupan nyata atau masalah kontekstual
|
Pembelajaran
sangat abstrak dan teoritis
|
4.
|
Perilaku
dibangun atas kesadaran sendiri
|
Perilaku
dibangun atas dasar kebiasaan
|
5.
|
Keterapilan
dikembangkan atas dasar pemahaman
|
Keterampilan
dibangun atas dasar latihan
|
6.
|
Bahasa
diajarkan dengan pendekatan komunikatif yakni siswa diajak menggunakan bahasa
dalam konteks nyata
|
Bahasa
diajarkan dengan pendekatan struktural, rumus diterangkan sampai paham,
kemudian dilatih(drill)
|
7.
|
Pemahaman
rumus dikembangkan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa
|
Rumus
itu ada diluar diri siswa yang harus diterangkan, diterima, dihafalkan, dan
dilatihkan
|
8.
|
Pemahaman
rumus itu relatif berbeda antara siswa yang satu dengan yang lainnya, sesuai
dengan skemata siswa
|
Rumus
adalah kebenaran absolut (sama untuk semua orang)
|
Petunjuk Pelaksanaan
Pembelajaran Dengan Model CTL
Berdasarkan deskripsi karakteristik model CTL
pada bab III, secara garis besar tugas –
tugas perencanaan penerapan model tersebut tersusun pada matrik perencanaan
sebagai berikut :
Tugas Perencanaan Penerapan Model CTL
NO
|
SASARAN
|
STRATEGI PENCAPAIAN SASARAN
|
DUKUNGAN
|
INDIKATOR PENCAPAIAN SASARAN
|
I
|
Kepraktisan penerapan model CTL
|
1.
Rumuskan
sintaks untuk setiap tahapan secara sederhana dan mudah dipahami dan
dilakukan
|
·
Buku model
·
RP, dan BPG
|
·
Tersedia
pedoman berupa buku model CTL
·
Tersedia RP
sebagai operasional dari sintaks dan buku petunjuk guru sebagai operasional
pencapaian materi
·
Terumuskan
indicator keterlaksanaan setiap tahapan dalam sintaks
|
|
|
2.
jelaskan
aturan pengorganisasian aktivitas siswa dan guru serta kejelasan tugas –
tugas dan perilaku yang dituntut dalam pembelajaran
|
·
Karakteristik
siswa, daftar hadir, nilai rapor,tes kemampuan awal, informasi dari guru
·
Pola
interaksi
·
Formasi
tempat duduk
|
·
Tersedia
pedoman berupa buku model
·
Tersedia
petunjuk pembentukan kelompok dan daftar pembagian kelompok
·
Tersedia
formasi tempat duduk
|
|
|
3.
Rumuskan
dengan jelas, sederhana, mudah dilakukan perilaku guru yang dikehendaki
dalam pembelajaran dan melibatkan
siswa secara aktif dalam pembelajaran.
|
·
Petunjuk
pemberian skafolding
|
·
Terumuskan
indicator keterlaksanaan prinsip reaksi
|
II
|
Keefektifan penerapan model CTL
|
1. Rumuskan kompetensi dasar dan indicator serta criteria
ketuntasan pembelajaran
|
·
Kurikulum
KTSP matematika 2006
·
Rancang
masalah yang bersumber dari fakta dan lingkungan sekitar
|
·
Tersedia
kurikulum KTSP dan buku – buku matematika SMP
kelas IX
·
Tersedia
potret fakta dan obyek – obyek dari lingkungan sekitar sebagai bahan
inspirasi dan sumber masalah.
·
Tersedia
bank/kumpulan masalah – masalah bersumber dari fakta dan lingkungan sekitar
yang memuat konsep dan prisip matematika setiap pokok bahasan
·
Tersedia
criteria pencapaian ketuntasan pembelajaran
|
|
|
1.
Merubah
perilaku belajar mengajar guru dan siswa.
|
·
Guru
menguasai teori – teori kontrukstivis dan praktek dalam pembelajaran
matematika
·
RP,
BPG,BS,LKS
|
·
Perilaku
mengajar guru sebagai fasilitator, konsultan, mediator
·
Perilaku
belajar sebagai penemu, pemikir.
·
Tersedia
RP, BPG,BS,LKS
·
Tersedia indicator
dan criteria penentuan kemampuan guru mengelola pembelajaran.
|
|
|
2.
Aktifkan
siswa dengan pola interaksi edukatif.
|
·
Karakteristik
siswa, daftar hadir, nilai rapor,tes kemampuan awal, informasi dari guru
·
Daftar
pembagian kelompok
·
Formasi
tempat duduk
·
Buku siswa
dan LKS
·
Petunjuk
pengorganisaian siswa
|
·
tersedia
daftar hadir, nilai rapor,tes kemampuan awal, informasi dari guru
·
tersedia
daftar pembagian kelompok untuk setiap pertemuan.
·
Tersedia
formasi tempat duduk
·
Tersedia
buku siswa dan LKS
·
Tersedia
petunjuk pengorganisasian siswa
·
Criteria
penentuan prosentase waktu ideal aktifitas siswa tercapai
|
|
|
3.
uraikan
pemakaian waktu
|
·
rincian
waktu dalam pelaksanaan pembelajaran
|
·
tersedia
rencana pembelajaran dengan rincian waktu yang jelas
|
|
|
4.
lakukan
evaluasi hasil belajar secara kamprehensif dan rumuskan criteria penilaian
|
·
assesmen
autentik ( portofolio dan tes kemampuan memecahkan masalah)
·
pedoman
penskoran dan rubric assessment
·
criteria
ketuntasan pembelajaran
|
·
tersedia
instrument assesmen portofolio dan tes kemampuan memecahkan masalah
·
tersedia
pedoman penskoran dan rubric assessment
·
tersedia
criteria ketuntasan pembelajaran
|
|
|
5.
tentukkan
respon siswa dan guru yang diharapkan dalam pembelajaran
|
·
indicator
dan instrument respon siswa dan guru terhadap pembelajaran
|
·
tersedia
indicator dan instrument respon siswa dan guru terhadap pembelajaran
|
Berdasarkan uraian tugas - tugas perencanaan penerapan model CTL
pada table diatas, maka guru harus memastikan ketersediaan seluruh daya dukung
yang ditetapkan agar pembelajaran
berjalan secara praktis dan efektif.
Penerapan sintaks model CTL
Setiap tahapan pada
sintaks disusun / dirancang secara operasional didalam rencana pembelajaran
untuk setiap pertemuannya. Didalam rencana pembelajaran terumuskan kompetensi
dasar, materi prasyarat dan materi yang hendak dipelajari. Secara garis besar
scenario kegiatan guru dan siswa untuk setiap tahapan pembelajaran dengan
rincian waktu yang tersedia tertuang didalam rencana pembelajaran. Demikian
juga strategi, pendekatan, metode, dan tehnik yang digunakan untuk mencapai
kompetensi dasar yang ditetapkan.
Adapun prinsip dan strategi pembelajaran kontekstual adalah
keterkaitan atau relevansi, pengalaman langsung, aplikasi, kerja sama, dan alih
pengetahuan.
Keterkaitan
atau
Relevansi
Proses pembelajaran hendaknya mengandung keterkaitan (relevansi)
dengan bekal pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri
siswa. Faktor internal mencakup bekal pengetahuan keterampilan, bakat, dan
minat. Faktor eksternal meliputi ekspose media dan pembelajaran oleh guru dan
lingkungan luar. Konteks pengalaman dalam kehidupan dunia nyata adalah manfaat
untuk bekal bekerja seperti “pengubinan” pada Matematika sangat berguna jika
seorang siswa ingin menjadi pengusaha ubin atau menjadi interior designer.
Pengalaman
Langsung
Dalam proses
pembelajaran, siswa perlu memperoleh pengalaman langsung melalui kegiatan
eksplorasi, discovery, inventory, investigasi, dan penelitan. “Experiencing
dipandang sebagai jantung pembelajaran kontekstual.” Proses pembelajaran akan
berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan,
memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian
lain secara aktif. Untuk mendorong daya tarik dan motivasi, sangatlah
bermanfaat penggunaan strategi pembelajaran dan media seperti audio, video,
membaca dan menelaah buku teks.
Aplikasi
Menerapkan
fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari dalam situasi dan konteks
yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi. Kemampuan siswa menerapkan
materi yang telah dipelajari pada situasi lain yang berbeda merupakan
penggunaan fakta, konsep, prinsip, atau prosedur. Semua itu merupakan
pencapaian tujuan pembelajaran dalam bentuk menggunakan”. Dalam pembelajaran
kontekstual, penerapan ini lebih banyak diarahkan pada dunia kerja. Dalam
kegiatan pembelajaran di kelas, pengenalan dunia kerja ini dilaksanakan dengan
menggunakan buku teks, video, laboratorium, dan jika memungkinkan
ditindaklanjuti dengan memberikan pengalaman langsung melalui kegiatan
karyawisata, praktek kerja lapangan, dan magang (internship).
Kerja Sama
Kerja sama
dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan menjawab pertanyaan,
komunikasi interaktif antar sesama siswa, antara siswa dan guru, antara siswa
dan narasumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan
strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual. Kerja laboratorium
sebagai strategi utama CTL pada dasarnya juga merupakan bentuk kerja sama.
Umumnya, siswa bekerja berpasangan atau dalam kelompok kecil terdiri 3-4 orang
untuk menyelesaikan tugas laboratorium seperti mengamati, menulis, dan menyusun
laporan.
Alih
Pengetahuan
Pembelajaran
kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentrasfer pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain. Dengan kata
lain, pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki bukan sekadar untuk
dihafal, tetapi untuk digunakan pada situasi dan kondisi lain. Kemampuan siswa
menerapkan materi yang telah dipelajari untuk memecahkan masalah-masalah baru
merupakan penguasaan strategi kognitif atau “pencapaian tujuan pembelajaran
dalam bentuk menemukan (finding)”.
Pengintegrasian
Prinsip CTL ke Dalam Bahan Ajar
Bahan ajar dalam bentuk media cetak pada hakikatnya merupakan
penuangan strategi penyampaian pesan pembelajaraan yang lazimnya disajikan
secara tatap muka atau secara verbal di depan kelas. Karena itu, dalam
mengembangkan bahan ajar, masalah komponen dan urutan strategi pembelajaran
serta prinsip-prinsip desain pesan perlu mendapat perhatian. Komponen pokok
strategi pembelajaran (instructional strategy) meliputi hal-hal berikut.
- Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan
pendahuluan pembelajaran meliputi pemberitahuan tujuan, ruang lingkup materi
(jika perlu dibuatkan bagan atau peta konsep yang menggambarkan struktur atau
jalinan antarmateri), manfaat topik baik untuk keperluan belajar sekarang
maupun yang akan datang, manfaat atau relevansinya untuk bekerja di kemudian
hari, dan sebagainya.
Untuk mengetahui kesiapan siswa, dalam kegiatan pendahuluan dapat juga diadakan prerequisite test atau pretest. Siswa yang sudah menguasai materi yang akan diajarkan diperbolehkan mempelajari topik berikutnya, sedangkan siswa yang bekal pengetahuannya kurang diberi pembekalan atau matrikulasi. Dalam penulisan bahan ajar, pada tahap pendahuluan bisa juga diberikan “self test” atau “check your self”.
Untuk mengetahui kesiapan siswa, dalam kegiatan pendahuluan dapat juga diadakan prerequisite test atau pretest. Siswa yang sudah menguasai materi yang akan diajarkan diperbolehkan mempelajari topik berikutnya, sedangkan siswa yang bekal pengetahuannya kurang diberi pembekalan atau matrikulasi. Dalam penulisan bahan ajar, pada tahap pendahuluan bisa juga diberikan “self test” atau “check your self”.
- Penyampaian Materi Pembelajaran
Dalam
rangka penerapan CTL, hendaknya dikurangi penyajian yang bersifat ekspository
(ceramah, dikte). Gunakan sebanyak mungkin teknik penyajian atau presentasi
inquisitory, discovery, tanya jawab, inventory, induktif, penelitian mandiri,
dan sebagainya. Upayakan agar siswa mengalami langsung, menemukan,
menyimpulkan, dan menyusun sendiri konsep yang dipelajari. Kegiatan tersebut
dapat dilakukan baik secara individual maupun berkelompok.
- Memancing Penampilan Siswa
Memancing
penampilan dimaksudkan untuk membantu siswa menguasai materi atau mencapai
tujuan pembelajaran. Bentuk kegiatannya berupa latihan atau praktikum. Siswa
diharapkan dapat berlatih menerapkan konsep dan prinsip yang dipelajari dalam
konteks dan situasi yang berbeda, bukan sekadar menghafal. Misalnya, setelah
mempelajari teknik menulis surat perjanjian jual beli, mereka ditugasi berlatih
membuat surat
perjanjian jual beli kendaraan bermotor atau tanah, sementara pada tahap
penyajian materi yang dipelajari adalah jual beli binatang ternak, misalnya.
- Pemberian Umpan Balik
Umpan
balik adalah informasi yang diberikan kepada siswa tentang kemajuan belajar.
Sebagai contoh, setelah mengerjakan soal-soal latihan, siswa diberi kunci
jawaban. Dengan mengetahui kunci jawaban, mereka akan mengetahui apakah
jawabannya benar atau salah. Jika salah, diberi tahu kesalahannya dan kemudian
dibetulkan. Jika jawaban betul, diberi konfirmasi agar mereka mantap bahwa
jawabannya benar. Agar siswa dapat menemukan sendiri jawaban yang benar, ada
baiknya umpan balik diberikan secara tidak langsung (delay feedback). Misalnya,
“Jawaban yang benar dapat Anda baca pada halaman 34”.
- Kegiatan Tindak Lanjut
Kegiatan tindak lanjut berupa mentransfer pengetahuan
(transferring) serta pemberian pengayaan dan remedial (remedial and
enrichment). Jika siswa mampu mentransfer pengetahuan yang telah dipelajari,
maka tingkat pencapaian belajar siswa akan sampai pada derajat yang tinggi
(penemuan dan pencapaian strategi kognitif). Pengayaan diberikan kepada siswa
yang telah mencapai prestasi sama atau melebihi target. Remedial diberikan
kepada siswa yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam mencapai target
pembelajaran yang telah ditentukan.
Penerapan pembelajaran kontekstual dapat dilaksanakan baik dalam
kegiatan pembelajaran secara tatap muka maupun pembelajaran yang dimediakan.
Masalah-masalah pembelajaran yang melatar belakangi dikenal kannya
konsep pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning = CTL) adalah
bahwa sebagian besar siswa “tidak dapat menghubungkan apa yang telah mereka
pelajari dengan cara memanfaatkan pengetahuan tersebut di kemudian hari”.
Pembelajaran kontekstual memandang bahwa proses belajar benar-benar berlangsung
hanya jika siswa mampu memproses informasi atau pengetahuan sedemikian rupa sehingga
pengetahuan tersebut bermakna.
Teori pembelajaran kontekstual menekankan pada multi aspek
lingkungan belajar, seperti ruang kelas, laboratorium komputer, dan lapangan
kerja. Pembelajaran kontekstual mendorong pendidik untuk memilih atau mendesain
lingkungan pembelajaran. Caranya dengan memadukan sebanyak mungkin pengalaman
belajar, seperti lingkungan sosial, lingkungan budaya, lingkungan fisik, dan
lingkungan psikologis dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Penerapan model pembelajaran CTL dalam pembelajaran Pola dan barisan
bilangan
Dalam bagian ini akan disajikan pembelajaran sub pokok bahasan pola
bilangan genap dan ganjil dengan menerapkan model CTL. Pembelajaran mengikuti
langkah – langkah pembelajaran CTL pada bab sebelumnya. yaitu
- Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara mereka sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
- Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
- Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
- Ciptakan ‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok).
- Hadirkan ‘model’ sebagai contoh pembelajaran.
- Lakukan
refleksi di akhir pertemuan.
- Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Adapun dalam penerapanya dengan mengunakan model
pengajaran berdasarkan masalah.
Pada tahap pendahuluan.
Fase pertama : orientasikan siswa pada masalah.
Pertama kita memotivasi siswa dengan cara Tanya jawab berkaitan
dengan masalah pola barisan bilangan yang ada dalam kehidupan sehari – hari
misalnya siswa mengamati deretan angka yang ada pada almanak.
Lalu kita menyampaikan tujuan pembelajaran dan logistic yang
diperlukan dalam mempelajari pola bilangan, hal ini dimaksudkan agar siswa
terpandu pada pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan komponen pada CTL yaitu
inquiri dan kontruktivis guru menyampaikan kasus hubungan banyak lipatan kertas
dengan jumlah potongan kertas yang yang terjadi. Lalu siswa disuruh memahami
masalah yang ada pada buku siswa.
Tahap inti.
Fase kedua : mengorganisasikan siswa untuk belajar.
Membentuk masyarakat belajar dengan membentuk kelompok yang terdiri
dari 3 – 4 orang, lalu memahami masalah yang ada pada buku siswa dan
membahasnya, setelah itu guru membagikan LKS dan memfasilitasi siswa dalam
menyiapkan logistic dalam pokok bahasan tersebut misalnya menyiapkan kertas,
gunting, dan cara melakukannya. Jika siswa belum faham cara atau langkah untuk
digunakan siswa dalam memecahkan masalah tersebut guru membantu dengan cara
memberikan pemodelan.
Fase ketiga : membimbing penyelidikan kelompok
Guru mendorong siswa melakukan penyelidikan dalam kelompoknya untuk
menemukan konsep (inkuiri) dan mengajukan pertanyaan bimbingan kepada siswa
yang membuat siswa berfikir tentang kelayakan pemecahan masalah atau mengali
apa yang difikirkan siswa (komponen CTL : bertanya).
Fase ke empat : mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Dengan pemodelan guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan
bahan presentasi didepan kelas dan meminta kelompok untuk mempresentasikan
hasilnya.
Tahap penutup
Fase kelima : mengevaluasi dan menganalisis proses pemecahan masalah
Guru membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berfikir
mereka sendiri dengan cara siswa menuliskan refleksi yang berkaitan dengan
kapan pertama kali kamu mendapatkan pemahaman yang jelas tentang situasi
masalah yang diberikan, kapan mereka yakin dengan pemecahan masalah yang dibuat
dst. Lalu guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman atau penegasan konsep
yang sudah didapatkan dari materi yang telah dipelajari ( komponen CTL :
Refleksi). Lalu siswa diberi tugas untuk dikerjakan dirumah.
Penilaian : Perangkat penilaian yang dapat digunakan antara lain ,
tes, rubrik, portofolio, dll. ( komponen
CTL : Otentik assessment
Tidak ada komentar:
Posting Komentar