Minggu, 10 Maret 2013

NASIKH WAL MANSUKH




A. Pengertian Nasikh wal Mansukh

Sebenarnya, Ilmu Nasihk dan mansuhk ini adalah ilmu Nasakh, yaitu ilmu yang membahas ihwal penasakhan( penghapusan dan penggantian) sesuatu peraturan h
ukum Al Qur’an. Hampir semua ulama menamakannya dengan ilmu nasihk dan mansukh..
Belum ada kesepakatan diantara para Ulama’ tentang nasahk, baik menurut bahasa maupun istilah, sehingga masih selalu ada beberapa pengertian untuk masing-masingnya.
Menurut bahasa, kata nasahk itu mempunyai empat macam arti, sebagai berikut.:

·        Izala atu menghapus/ meniadakan berarti menghapuskan sesuatu atau atau menhilangkannya.
·        memindahkan sesuatu yang tetap sama yaitu memindahkan suatu barang dari satu tempat ketempat lain, tetapi barang itu tetap sama saja.
·        menyalin / mengutip artinya menyalin atau mengutip dari satu buku ke buku yang lain dengan tetap adanya persamaan antara kutipan dengan yang dikutip.
·        mengubah atau membatalkan sesuatu dengan menempatkan sesuatu yang lain sebagai gantinya.[1]
·        Yakni, nasahk itu diartikan dengan mengubah sesuatu ketentuan /hukum, dengan cara membatalkan ketentuan hukum yang ada, digantikan hukum yang baru yang lain ketentuannya.
Dari keempat arti nasahk menurut bahasa tersebut, hanya ada satu arti nasahk yang relevan dengan arti nasahk menurut “istilah” , yakni nomor empat.
Sebab, inti dari pengertian nasahk menurut istilah ialah mengubah ketentuan hukum dengan cara membatalkan hukum yang pertama diganti dengan yang lain ketentuannya.

v Pengertian Nasihk
Nasihk menurut bahasa ialah hukum syara’ yang menghapuskan menghilangkan, atau yang memindahkan/ yang mengutip serta mengubah dan mengganti. Jadi, hampir sama dengan pengertian nasahk menurut bahasa. Bedanya ialah nashk itu masdar, sedangkan nasihk itu isim fa’il (pelaku).
Sedangkan pengertian nasihk menurut istilah ada dua macam, yaitu:
Nasihk ialah hukum syara’ yang menghapus/ mengubah dalil syara’ yang terdahulu dan menggantikannya dengan hukum baru yang di bawahnya.
Dalam contoh penghapusan kewajiban bersedekah kalau akan menghadap Rasulullah SAW. Nasihknya ialah ayat 13 surah Al-Mujadilah yang mengubah keajiban dari ayat 12 surah Al-Mujadilah itu diganti dengan bebas dari kewajiban bersedekah tersebut.
Nasihk itu ialah Allah SWT. Artinya ialah yang menghapus dan menggantikan hukum-hukum syara pada hakekatnya ialah Allah SWT. Tidak ada yang lain . sebab, dalam hukum syara’ itu hanya dari Allah dan juga tidak di ubah / diganti oleh lainnya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
…… ……
Artinya: “……menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah…….(QS. Al-An’am 57)
Dan sesuai pula dengan penegasan Allah dalam firmannya:
Artinya: “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?

v Pengertian Mansuhk
Mansuhk menurut bahasa ialah sesuatu yang di hapus/ dihilangkan/ dipindah atau disalin/ dinukil. Sedangkan menurut istilah para ulama’ ialah hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang sama, yang belum diubah dengan di batalkan dan diganti dengan hokum syara’ yang baru yang datang kemudian.
Tegasnya, dalam mansuhk itu adalah berupa ketentuan hukum syara’ pertama yang telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adanya perubahan situasi dan kondisi yang menghendaki perubahan dan penggantian hukum tadi.

Cara Mengetahui Nasihk
Ada tiga cara untuk mengetahui ketentuan dalil yang dating duluan atau kemudian, yaitu sebagai berikut:
·        Dalam salah satu dalil nashnya harus ada yang menentukan datangnya belakangan dari dalil yang lain. Contohnya: (QS. Al-Mujadilah 13, dan QS. Al-Anfaal 66).
·        Harus ada kesepakatan (Ijma’) para imam pada suatu masa dari sepanjang waktu yang menetapkan, bahwa salah satu dari dalil itu dating lebih dulu, maksudnya, jika ketentuan dalil itu dapat diketahui dalil kalimat-kalimat dalil itu sendiri, maka harus ada Ijma’ para Ulama yang menetapkan hal tersebut.
·        Harus ada riwayat shahih dari salah seorang sahabat yang menentukan mana yang lebih dahulu dalil nash yang saling bertentangan tadi.

B.  Latar Belakang Pentingnya Pembahasan Ilmu Nasikh wal Mansukh
Ada beberapa kepentingan dalam ilmu nasakh ini untuk itu perlu dikupas dan diketahui, diantaranya :
·        Pembahasan nasahk itu menyangkut berbagai masalah rumit yang menjadi pangkal perselisihan dari para ulama’ ushul fiqh, Ahli tafsir, Ahli Fiqh, dan lain sebagainya.
·        Karena musuh-musuh Islam, baik kaum atheis, missionaries, ataupun kaum orientalis yang telah menggunakan masalah tersebut sebagai senjata untuk mengecoh, mengadu, menjelek-jelekkan, dan lain sebagainya kepada Umat Islam.
·        Dengan mengulas nasihk-mansuhk maka sejarah pensyariatan hkum-hukum Islam (thaarikht tasyri’) dan rahasia-rahasianya (hikmatut tasyri’) akan dapat terungkap, dan juga dapat mengetahui perkembangan islam juga hikmah dibalik nasahk.
·        Dapat mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW. Bukan yang menyusun Al-Qur’an.
·        Merupakan sarana yang sangat utama dalam memahami hukum-hukum Islam dan memanfaatkan petunjuk-petunjuknya, terutama kalau terdapat dua dalil yang saling bertentangan.

C. Macam-Macam Nasahk dan jenisnya.
Adapun jenis-jenis Nasakh ada empat, yaitu:
1.   Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (Naskhul Qur’aani bil Qur’aani). Jenis Nasakh ini telah dipakai oleh orang yang menyetujui Nasakh mengenai kebolehan terjadinya Nasakh
2.   Nasakh Al-Qur’an dengan Sunnah (Naskhul Qur’aani bis Sunnah). Nasakh Al-Qur’an dengan sunnah ini boleh baik ahad maupun mutawatir. Namun jumhur ulama’ tidak memperbolehkan Nasakh menggunakan Hadist ahad karena Al-Qur’an diturunkan secara mutawatir dan memberi faedah yang meyakinkan. Sedangkan Hadist ahad memberi faedah yang dzanni (dugaan)
3.   Nasakh Sunnah dengan Al-Qur’an (Naskhul Sunnah bil Qur’aani).
Nasakh ini menghapuskan hukum yang ditetapkan berdasarkan dengan Al-Qur’an. Nasakh jenis diperbolehkan oleh jumhur ulama’.
Nasakh Sunnah dengan Sunnah ((Naskhul Sunnah bis Sunnah), yaitu hukum yang ditetapkan berdasarkan dalil sennah di Nasakh dengan dalil sunnah pula
.






D. Kitab-Kitab Yang Membahas
1.   Tajrid al-ahadits al-mansukha, Ibnu al Jazuli.
2.   Al- I'tibar fii an-nasikh wa al-mansukh min al-atsar, Muhammad bin Musa Al-Hazimi.
3.   Nasikhul hadits wa mansukhuhu, Al-hafidz Abubakar Ahmad bin Muhammad Al- Atsrom (261 H.)
4.   An-Nasikh wal-Mansukh, karya Qatadah bin Di’amah As-Sadusi       (wafat 118 H), namun tidak sampai ke tangan kita.
5.   Nasikhul-Hadits wa Mansukhihi, karya ahli hadits ‘Iraq, Abu   Hafsh  Umar Ahmad Al-Baghdadi, yang dikenal dengan    IbnuSyahin (wafat 385 H).
6.   Nasikhul-Hadits wa Mansukhihi, karya Al-Hafidh Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Al-Atsram (wafat 2 Musa Al-Hazimi Al-Hamadani (wafat 584 H).
7.   An-Nasikh wal-Mansukh, karya Abul-Faraj Abdurrahman bin ‘Ali,    atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnul-Jauz
Banyak para ahli yang menyusun kitab-kitab nasikh dan mansukh ini. Di antaranya, Ahmad ibn Ishaq Ad Dienary (318 H), Muhammad ibn Bahar Al ashbahany (322 H), Ahmad ibn Muhammad An Nahhas (338 H). dan sesudah beberapa ulama lagi menyusunnya, datanglah Muhammad ibn Musa Al Hazimy (584 H) menyusun kitabnya, yang dinamai Al I'tibar. Kitab ini mudah diperoleh, kitab ini telah diringkaskan oleh Ibnul Abdil Haq (744 H).

KESIMPULAN

Nasahk ialah menghapuskan hukum syara’ dengan memakai dalil hukum syara’ dengan adanya tenggang waktu, dengan catatan kalau sekiranya tidak ada nasahk itu tentulah hukum yang pertama tetap berlaku.
Mengetahui nasikh dan mansukh merupakan suatu keharusan bagi siapa saja yang ingin mengkaji hukum-hukum syari’ah, karena tidak mungkin dapat menyimpulkan suatu hukum tanpa mengetahui dalil-dalil nasikh dan mansukh.
Oleh sebab itu, para ulama sangat memperhatikan ilmu tersebut dan menganggapnya sebagai satu ilmu yang sangat penting dalam bidang ilmu hadits.











DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Khalil, Manna’, 2000, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa, Jakarta
Anwar, Rosihun, DR., M.Ag., 2008, Ulum Al-Qur’an, Pustaka Setia, BandungDiposkan oleh SYAHRONI di 18.24 http://img2.blogblog.com/img/icon18_edit_allbkg.gif
http://mus44hm4d.blogspot.com/2009/06/nasikh-wal-mansukh.html
http://mryahya.wordpress.com/2009/01/21/makalah-hadits


[1] Quraiys Shihab ,  Membumikan AlQuran, Mizan, Bandung, 1992, hlm. 143; Jalaluddin As-Sayuti, Al-Itqan fi ‘ Ulum  AL-Quran, Dar Al-Fiqr, Beirut, t,t, Jilid 2, 20.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar