A.
Pengertian Nasikh wal Mansukh
Sebenarnya, Ilmu Nasihk dan mansuhk ini adalah ilmu Nasakh, yaitu ilmu yang membahas ihwal penasakhan( penghapusan dan penggantian) sesuatu peraturan hukum Al Qur’an. Hampir semua ulama menamakannya dengan ilmu nasihk dan mansukh..
Belum ada kesepakatan diantara para Ulama’ tentang nasahk, baik menurut bahasa maupun
istilah, sehingga masih selalu ada beberapa pengertian untuk masing-masingnya.
Menurut bahasa, kata nasahk itu mempunyai
empat macam arti, sebagai berikut.:
·
Izala atu menghapus/ meniadakan berarti menghapuskan sesuatu
atau atau menhilangkannya.
·
memindahkan sesuatu yang tetap sama yaitu memindahkan suatu
barang dari satu tempat ketempat lain, tetapi barang itu tetap sama saja.
·
menyalin / mengutip artinya menyalin atau mengutip dari satu
buku ke buku yang lain dengan tetap adanya persamaan antara kutipan dengan yang
dikutip.
·
Yakni, nasahk itu diartikan dengan mengubah sesuatu
ketentuan /hukum, dengan cara membatalkan ketentuan
hukum yang ada, digantikan hukum
yang baru yang lain ketentuannya.
Dari keempat arti nasahk menurut bahasa
tersebut, hanya ada satu arti nasahk yang relevan dengan arti nasahk menurut
“istilah” , yakni nomor empat.
Sebab, inti dari pengertian nasahk
menurut istilah ialah mengubah ketentuan hukum dengan cara membatalkan hukum
yang pertama diganti dengan yang lain ketentuannya.
v Pengertian Nasihk
Nasihk menurut
bahasa ialah hukum syara’ yang menghapuskan menghilangkan, atau yang
memindahkan/ yang mengutip serta mengubah dan mengganti. Jadi, hampir sama
dengan pengertian nasahk menurut bahasa. Bedanya ialah nashk itu masdar,
sedangkan nasihk itu isim fa’il (pelaku).
Sedangkan pengertian nasihk menurut istilah ada dua macam, yaitu:
Nasihk ialah hukum syara’ yang menghapus/ mengubah dalil syara’ yang terdahulu dan menggantikannya dengan hukum baru yang di bawahnya. Dalam contoh penghapusan kewajiban bersedekah kalau akan menghadap Rasulullah SAW. Nasihknya ialah ayat 13 surah Al-Mujadilah yang mengubah keajiban dari ayat 12 surah Al-Mujadilah itu diganti dengan bebas dari kewajiban bersedekah tersebut.
Sedangkan pengertian nasihk menurut istilah ada dua macam, yaitu:
Nasihk ialah hukum syara’ yang menghapus/ mengubah dalil syara’ yang terdahulu dan menggantikannya dengan hukum baru yang di bawahnya. Dalam contoh penghapusan kewajiban bersedekah kalau akan menghadap Rasulullah SAW. Nasihknya ialah ayat 13 surah Al-Mujadilah yang mengubah keajiban dari ayat 12 surah Al-Mujadilah itu diganti dengan bebas dari kewajiban bersedekah tersebut.
Nasihk itu ialah Allah SWT. Artinya
ialah yang menghapus dan menggantikan hukum-hukum
syara pada hakekatnya ialah Allah SWT. Tidak
ada yang lain . sebab, dalam hukum
syara’ itu hanya dari Allah dan juga tidak di ubah / diganti oleh lainnya. Hal
ini sesuai dengan firman-Nya:
…… ……
Artinya: “……menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah…….(QS. Al-An’am 57)
…… ……
Artinya: “……menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah…….(QS. Al-An’am 57)
Dan sesuai pula
dengan penegasan Allah dalam firmannya:
Artinya: “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
Artinya: “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?
v Pengertian Mansuhk
Mansuhk menurut bahasa ialah sesuatu yang di hapus/
dihilangkan/ dipindah atau disalin/ dinukil. Sedangkan menurut istilah para
ulama’ ialah hukum syara’ yang diambil dari dalil
syara’ yang sama, yang belum diubah dengan di batalkan dan diganti dengan hokum
syara’ yang baru yang datang kemudian.
Tegasnya, dalam mansuhk itu adalah
berupa ketentuan hukum syara’ pertama yang telah diubah dan diganti dengan yang
baru, karena adanya perubahan situasi dan kondisi yang menghendaki perubahan
dan penggantian hukum tadi.
Cara
Mengetahui Nasihk
Ada tiga cara untuk mengetahui ketentuan dalil yang dating
duluan atau kemudian, yaitu sebagai berikut:
·
Dalam salah satu dalil nashnya harus ada yang menentukan
datangnya belakangan dari dalil yang lain. Contohnya: (QS. Al-Mujadilah 13,
dan QS. Al-Anfaal 66).
·
Harus ada kesepakatan (Ijma’) para imam pada suatu masa dari
sepanjang waktu yang menetapkan, bahwa salah satu dari dalil itu dating lebih
dulu, maksudnya, jika ketentuan dalil itu dapat diketahui dalil kalimat-kalimat dalil itu sendiri, maka harus ada Ijma’
para Ulama yang menetapkan hal tersebut.
·
Harus ada riwayat shahih
dari salah seorang sahabat yang menentukan mana yang lebih dahulu dalil nash
yang saling bertentangan tadi.
B. Latar Belakang Pentingnya Pembahasan Ilmu Nasikh wal Mansukh
Ada beberapa kepentingan dalam ilmu nasakh ini untuk itu
perlu dikupas dan diketahui, diantaranya :
·
Pembahasan nasahk itu menyangkut berbagai masalah rumit yang
menjadi pangkal perselisihan dari para ulama’ ushul fiqh, Ahli tafsir, Ahli
Fiqh, dan lain sebagainya.
·
Karena musuh-musuh
Islam, baik kaum atheis, missionaries, ataupun kaum orientalis yang telah
menggunakan masalah tersebut sebagai senjata untuk mengecoh, mengadu,
menjelek-jelekkan, dan lain sebagainya kepada Umat Islam.
·
Dengan mengulas nasihk-mansuhk maka sejarah pensyariatan
hkum-hukum Islam (thaarikht tasyri’) dan rahasia-rahasianya (hikmatut tasyri’)
akan dapat terungkap, dan juga dapat mengetahui perkembangan islam juga hikmah
dibalik nasahk.
·
Dapat mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW. Bukan yang
menyusun Al-Qur’an.
·
Merupakan sarana yang sangat utama dalam memahami hukum-hukum Islam dan memanfaatkan petunjuk-petunjuknya,
terutama kalau terdapat dua dalil yang saling bertentangan.
C. Macam-Macam Nasahk dan jenisnya.
Adapun
jenis-jenis Nasakh ada empat, yaitu:
1. Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
(Naskhul Qur’aani bil Qur’aani). Jenis Nasakh ini telah dipakai oleh orang yang
menyetujui Nasakh mengenai kebolehan terjadinya Nasakh
2. Nasakh Al-Qur’an dengan Sunnah (Naskhul
Qur’aani bis Sunnah). Nasakh Al-Qur’an dengan sunnah ini boleh baik ahad maupun
mutawatir. Namun jumhur ulama’ tidak memperbolehkan Nasakh menggunakan Hadist
ahad karena Al-Qur’an diturunkan secara mutawatir dan memberi faedah yang
meyakinkan. Sedangkan Hadist ahad memberi faedah yang dzanni (dugaan)
3. Nasakh Sunnah dengan Al-Qur’an (Naskhul
Sunnah bil Qur’aani).
Nasakh ini menghapuskan hukum yang ditetapkan berdasarkan dengan Al-Qur’an. Nasakh jenis diperbolehkan oleh jumhur ulama’.
Nasakh Sunnah dengan Sunnah ((Naskhul Sunnah bis Sunnah), yaitu hukum yang ditetapkan berdasarkan dalil sennah di Nasakh dengan dalil sunnah pula.
Nasakh ini menghapuskan hukum yang ditetapkan berdasarkan dengan Al-Qur’an. Nasakh jenis diperbolehkan oleh jumhur ulama’.
Nasakh Sunnah dengan Sunnah ((Naskhul Sunnah bis Sunnah), yaitu hukum yang ditetapkan berdasarkan dalil sennah di Nasakh dengan dalil sunnah pula.
D. Kitab-Kitab Yang
Membahas
1.
Tajrid al-ahadits al-mansukha, Ibnu al Jazuli.
2.
Al- I'tibar fii an-nasikh wa al-mansukh min al-atsar,
Muhammad bin Musa Al-Hazimi.
3.
Nasikhul hadits wa mansukhuhu, Al-hafidz Abubakar Ahmad bin
Muhammad Al- Atsrom (261 H.)
4.
An-Nasikh wal-Mansukh, karya Qatadah bin Di’amah
As-Sadusi (wafat 118 H), namun tidak sampai ke tangan
kita.
5.
Nasikhul-Hadits wa Mansukhihi, karya ahli hadits
‘Iraq, Abu Hafsh Umar Ahmad Al-Baghdadi,
yang dikenal dengan IbnuSyahin (wafat 385 H).
6.
Nasikhul-Hadits wa Mansukhihi, karya Al-Hafidh
Abu Bakar Ahmad bin Muhammad Al-Atsram (wafat 2 Musa Al-Hazimi Al-Hamadani
(wafat 584 H).
7.
An-Nasikh wal-Mansukh, karya Abul-Faraj
Abdurrahman bin ‘Ali, atau yang lebih dikenal dengan nama Ibnul-Jauz
Banyak
para ahli yang menyusun kitab-kitab nasikh dan mansukh ini. Di antaranya, Ahmad
ibn Ishaq Ad Dienary (318 H), Muhammad ibn Bahar Al ashbahany (322 H), Ahmad
ibn Muhammad An Nahhas (338 H). dan sesudah
beberapa ulama lagi menyusunnya, datanglah Muhammad ibn Musa Al Hazimy (584 H)
menyusun kitabnya, yang dinamai Al I'tibar. Kitab ini mudah diperoleh, kitab
ini telah diringkaskan oleh Ibnul Abdil Haq (744 H).
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Nasahk ialah menghapuskan hukum syara’ dengan memakai dalil hukum syara’ dengan adanya tenggang waktu, dengan catatan kalau sekiranya tidak ada nasahk itu tentulah hukum yang pertama tetap berlaku.
Mengetahui nasikh dan mansukh merupakan suatu keharusan bagi siapa saja yang ingin mengkaji hukum-hukum syari’ah, karena tidak mungkin dapat menyimpulkan suatu hukum tanpa mengetahui dalil-dalil nasikh dan mansukh. Oleh sebab itu, para ulama sangat memperhatikan ilmu tersebut dan menganggapnya sebagai satu ilmu yang sangat penting dalam bidang ilmu hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan,
Khalil, Manna’, 2000, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa, Jakarta
Anwar,
Rosihun, DR., M.Ag., 2008, Ulum Al-Qur’an, Pustaka Setia, BandungDiposkan oleh
SYAHRONI di 18.24 

http://mus44hm4d.blogspot.com/2009/06/nasikh-wal-mansukh.html
http://mryahya.wordpress.com/2009/01/21/makalah-hadits
[1] Quraiys Shihab , Membumikan AlQuran, Mizan, Bandung, 1992,
hlm. 143; Jalaluddin As-Sayuti, Al-Itqan fi ‘ Ulum AL-Quran, Dar Al-Fiqr, Beirut, t,t, Jilid 2,
20.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar