BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita
selalu menghadapi banyak permasalahan. Permasalahan-permasalahan itu tentu saja
tidak semuanya merupakan permasalahan matematis, namun matematika memiliki
peranan yang sangat sentral dalam menjawab permasalahan keseharian itu
(Suherman, 2003:65). Ini berarti bahwa matematika sangat diperlukan oleh setiap
orang dalam kehidupan sehari-hari untuk membantu memecahkan permasalahan. Oleh
karena itu, tidak salah jika pada bangku sekolah, matematika menjadi salah satu
mata pelajaran pokok yang diajarkan dari bangku taman kanak-kanak hingga
perguruan tinggi. Namun, pada kenyataannya masih ada sebagian siswa yang merasa
kesulitan dalam belajar matematika.
Orientasi pendidikan kita mempunyai
ciri cenderung memperlakukan siswa berstatus sebagai obyek; guru berfungsi
sebagai pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner; materi bersifat subject-oriented
dan manajemen bersifat sentralis. Orientasi pendidikan yang demikian
menyebabkan praktik pendidikan kita mengisolir diri dari kehidupan nyata yang
ada di luar sekolah, kurang relevan antara apa yang diajarkan di sekolah dengan
kebutuhan pekerjaan, terlalu terkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang
tidak sejalan dengan pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan
berkepribadian.
Salah satu karakteristik matematika
adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sifat abstrak ini menyebabkan
banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika (Sudharta, 2004). Rendahnya
kemampuan matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah
secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika. Pembelajaran sejauh
ini masih didominasi oleh guru, siswa kurang dilibatkan sehingga terkesan
monoton dan timbul kejenuhan pada siswa. Pembelajaran Matematika Realistik
(PMR) adalah suatu teori dalam pendidikan matematika yang dikembangkan pertama
kali di negeri Belanda.
Teori ini berdasarkan pada ide bahwa
matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus dihubungkan secara
nyata terhadap konteks kehidupan sehari-hari siswa sebagai suatu sumber
pengembangan dan sebagai area aplikasi melalui proses matematisasi baik
horizontal maupun vertikal.
Dunia riil adalah segala sesuatu di
luar matematika. Ia bisa berupa mata pelajaran lain selain matematika atau
bidang ilmu yang berbeda dengan matematika atau pun kehidupan sehari-hari dan
lingkungan sekitar kita. Dunia riil diperlukan untuk mengembangkan situasi
kontekstual dalam menyusun materi kurikulum. Materi kurikulum yang berisi
rangkaian soal-soal kontekstual akan membantu proses pembelajaran yang bermakna
bagi siswa. Dalam PMR, proses belajar mempunyai peranan penting. Rute belajar (learning
route) dimana siswa mampu menemukan sendiri konsep dan ide matematika,
harus dipetakan, sebagai kesempatan kepada siswa untuk memberikan kontribusi
terhadap proses belajar mereka.
Teori PMR sejalan dengan teori
belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning, disingkat CTL). Namun,
baik pendekatan konstruktivis maupun CTL mewakili teori belajar secara umum,
PMR adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika.
B.
Identifikasi Masalah
Dari
latar belakang di atas yang menjadi identifikasi masalah yaitu dapat meningkatnya hasil belajar matematika setelah
proses pembelajaran dengan Pendidikan Matematika Realistik.
C.
Batasan Masalah
Dalam penulisan ini masalah dibatasi
pada pendekatan Pembelajaran
Matematika Realistik (PMR).
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan
masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:
1.
apakah pendekatan pembelajaran matematika realistik
itu?
2. Bagaimana penerapan pendekatan pembelajaran matematika
realistik?
E.
Tujuan Penelitian :
Berdasarkan rumusan
masalah di atas, maka tujuan dari penulisan ini adalah:
1.
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendekatan pembelajaran
matematika realistik.
2. Untuk
mengetahui bagaimana
penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik.
F.
Manfaat Penulisan
Adapun
manfaat penulisan adalah
sebagai
bahan masukan dan pertimbangan bagi calon guru dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar sehingga
proses pembelajaran berjalan seperti yang diharapkan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian Pembelajaran Matematika Realistik
Pembelajaran matematika realistik
(PMR) adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun
1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht
University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans
Freudenthal (1905 – 1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia. Menurut
pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru
kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika
melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Karena itu, siswa tidak Dipandang
sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali
ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini
dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Di sini dunia
nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti
kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat
dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal
pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada
hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi,
yaitu proses mematematikakan dunia nyata (Sudharta, 2004).
Zulkardi (2001), mendefinisikan
pembelajaran matematika realistik
sebagai berikut: PMR adalah teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal
’real’ bagi siswa, menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’,
berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga
mereka dapat menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai kebalikan dari ’teacher
telling’) dan pada akhirnya menggunakann matematika itu untuk menyelesaikan
masalah baik individual maupun kelompok.
PMR berdasarkan ide bahwa mathematics
as human activity dan mathematics must be connected to reality,
sehingga pembelajaran matematika diharapkan bertolak dari masalah-masalah
kontekstual. Teori ini telah diadopsi dan diadaptasi oleh banyak negara maju
seperti Inggris, Jerman, Denmark, Spanyol, Portugal, Afrika Selatan, Brazil,
USA dan Jepang. Salah satu hasil positif yang dipcapai oleh Belanda dan
negara-negara tersebut bahwa prestasi siswa meningkat, baik secara nasional
maupun internasional.
Dua pandangan penting Freudenthal
(dalam Hartono) tentang PMR adalah:
a. Mathematics
as human activity, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar
melakukan aktivitas matematisasi pada semua topik dalam matematika,dan
b. Mathematics
must be connected to reality, sehingga matematika harus dekat terhadap
siswa dan harus dikaitkan dengan situasi kehidupan sehari-hari.
Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan
untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh
persoalan bagaimana meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan
mengembangkan daya nalar. PMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut
: siswa memiliki seperangkat konsep laternatif tentang ide-ide matematika yang
mempengaruhi belajar selanjutnya; siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk
pengetahuan itu untuk dirinya sendiri; pembentukan pengetahuan merupakan proses
perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi,penghalusan, penyusunan
kembali, dan penolakan; pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya
sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman; setiap siswa tanpa memandang
ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.
Konsepsi tentang guru sebagai berikut: guru hanya sebagai fasilitator belajar;
guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif; guru harus memberikan
kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar
dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil; dan
guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan
aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik maupun sosial
(Hartono).
B.
Karakteristik PMR
Karakteristik PMR adalah menggunakan
konteks ‘dunia nyata’ ,model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif
dan keterkaitan (intertwinment) (Treeffers dalam Sudharta, 2004).
a.
Menggunakan konteks ‘dunia nyata’
Dua proses matematisasi yang berupa siklus di mana ‘dunia nyata’
tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga sebagai tempat untuk
mengaplikasikan kembali matematika.
Dalam PMR, pembelajaran diawali dengan
masalah konstekstual (‘dunia nyata’), sehingga memungkinkan mereka menggunakan
pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses penyaringan (inti) dari konsep
yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan oleh De Lange (dalam Sudharta, 2004)
sebagai matematisasi konseptual.
Melalui abstraksi dan formalisasi siswa
akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa dapat
mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization).
Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman
anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization
of everyday experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari (Cinzia
Bonotto dalam Sudharta, 2004).
b.
Menggunakan model-model (matematisasi)
Istilah
model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh
siswa sendiri (self developed models). Peran self developed models merupakan
jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika
informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model sendiri dalam
menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat dengan dunia
nyata siswa. Generalisasi dan Formalisasi model tersebut akan berubah menjadi
model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematika model-of akan bergeser
menjadi model-for masalah yang sejenis. Pada akhirnya, akan menjadi model
matematik formal.
c.
Menggunakan produksi dan konstruksi
Streefland
(dalam Sudharta, 2004) menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa
terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam
proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan
masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran
lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.
d.
Menggunakan Interaktif
Interaksi
antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam PMR. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang
berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau
refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal
siswa.
e.
Menggunakan Keterkaitan (intertwinment)
Dalam
PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial jika dalam
pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan
berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya
diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmatika, aljabar
atau geometri tetapi juga bidang lain.
Penerapan kelima prinsip tersebut
dalam penulisan ini
akan dilihat pada aktivitas yang dilakukan oleh guru maupun siswa. Penerapan
masing-masing prinsip oleh guru dalam pembelajaran sebagai berikut. Prinsip
pertama akan dilihat apakah guru memulai pelajaran dengan memberi contoh dalam
kehidupan sehari-hari dan memberi soal-soal pemecahan masalah yang sering
terjadi dalam kehidupan siswa. Prinsip kedua, apakah guru menggunakan alat
peraga yang membantu siswa menemukan rumus dan membimbing siswa menggunakannya.
Prinsip ketiga, apakah guru memberi waktu kepada siswa untuk membuat pemodelan
sendiri dalam mencari penyelesaian formal. Prinsip keempat, apakah guru memberi
pertanyaan lisan ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung dan memberi
penjelasan tentang materi dan penemuan siswa. Prinsip kelima, apakah guru
memberi pertanyaan yang berkaitan dengan materi lain dalam mata pelajaran
matematika atau materi mata pelajaran lain.
Sutarto Hadi dalam Supinah (2004)
mengemukakan bahwa teori PMR sesuai
dengan teori belajar yang berkembang saat ini seperti konstruktivisme dan
pembelajaran kontekstual. Namun baik konstruktivisme maupun kontekstual mewakili teori belajar secara umum, sedangkan
PMR suatu teori pembelajaran yang
dikembangkan khusus untuk matematika. Konsep matematika realistic sejalan
dengan kebutuhan untuk memperbaiki
pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan
bagaimana meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan mengembangkan daya
nalar. Lebih lanjut, berkaitan dengan konsepsi PMR ini, Sutarto Hadi mengemukakan
beberapa konsepsi PMR tentang siswa, guru dan pembelajaran yang mempertegas bahwa PMR pantas untuk
dikembangkan di Indonesia.
a.
Konsepsi PMR
tentang siswa.
1) Siswa
memiliki seperangkat konsep alternative tentang ide-ide matematika yang
mempengaruhi belajar selanjutnya.
2) Siswa
memperoleh pengetahuan baru dengan
membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri.
3) Pembentukan
pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi,
modifikasi, penghalusan , penyusunan kembali dan penolakan.
4) Pengetahuan
baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat
ragam pengalaman.
5) Setiap
siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan
mengerjakan matematik.
b.
Konsepsi PMR
tentang guru
1) Guru
hanya sebagai fasilitator dalam
pembelajaran.
2) Guru
harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif
3) Guru
harus memberi kesempatan kepada siswa untuk secara aktif terlibat pada proses
pembelajaran dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil;
4) Guru
tidak terpancang pada materi yang ada didalam kurikulum tetapi aktif mengaitkan
kurikulum dengan dunia riil baik fisik maupun sosial.
c.
Konsepsi PMR
tentang pembelajaran matematika.
1) Memulai
pelajaran dengan mengajukan masalah yang riil bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya sehingga siswa
segera terlibat dalam pembelajaran secara bermakna.
2) Permasalahan
yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai
dalam pembelajaran tersebut.
3) Siswa
mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap
permasalahan yang diajukan.
4) Pembelajaran
berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap
jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya, setuju terhadap jawaban
temannya, menyatakan ketidaksetujuan,mencari alternative penyelesaian yang lain
dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap
hasil pembelajaran.
C.
Prinsip Pendekatan Realistik
Dengan mencermati prinsip
pembelajaran PMR, pengertian PMR dibatasi penentuan masalah kontekstual dan
lingkungan yang pernah dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari agar siswa
mudah memahami pelajaran matematika sehingga mudah mencapai tujuan.
Prinsip
utama dalam PMR adalah sebagai berikut (Gravemeijer, 1994:90):
1.
Guided
re-invention (menemukan kembali) / progressive mathematizing. Siswa harus
diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama sebagaimana konsep-konsep
matematika ditemukan.Pembelajaran di mulai dengan suatu masalah kontekstual
atau realistik yang selanjutnya melalui aktivitas siswa diharapkan menemukan
“kembali” sifat, definisi, teorema atau prosedur-prosedur.
2.
Didactical
Phenomenology ( fenomena belajar bersifat mendidik). Dalam hal ini fenomena
pembelajaran menekankan pentingnya masalah-masalah kontekstual untuk
memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa.
3.
Self-develoved
model (pengembangan model sendiri). Kegiatan ini berperan sebagai jembatan
antara pengetahuan informal dan matematika formal. Model dibuat siswa sendiri
dalam memecahkan masalah.
Sesuai dengan ketiga prinsip di atas,
Asikin dalam Malihu (2006:12) mengatakan, proses pembelajaran matematika di
kelas berdasarkan pendekatan matematika realistik (PMR) perlu memperhatikan
lima karakteristik yaitu: (1) menggunakan masalah kontekstual; (2) menggunakan
model; (3) menggunakan kontribusi dan produksi siswa; (4) interaktif; dan (5)
terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya.
Dalam pendekatan PMR, isi perangkat pembelajarannya mencerminkan tiga
prinsip kunci PMR, dan proses implementasinya di kelas berpedoman pada 5 ciri
yang disebutkan di atas.
D. Langkah-langkah
pembelajaran matematika dengan PMR
|
|
||||||||
![]() |
||||||||
![]() |
||||||||
|
||||||||
Gambar
1. Langkah-langkah pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR
Berdasarkan gambar tersebut dapat
dijelaskan bahwa pembelajaran matematika realistik diawali dengan fenomena yang
ada di dalam dunia nyata, kenudian siswa dengan bantuan guru diberikan
kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi dalam model matematika kemudian
membuat jawaban atas model matematika tersebut.Setelah itu diaplikasikan dalam
masalah sehari-hari atau dalam bidang lain.
Dalam pembelajaran, sebelum siswa
masuk pada sistem formal, terlebih dahulu siswa dibawa ke ‘situasi informal’,
misalnya pembelajaran pecahan dapat diawali dengan pembagian menjadi bagian
yang sama (misalnya pembagian kue) sehingga tidak terjadi loncatan pengetahuan
informal anak dengan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika formal).
Setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru dikenalkan
istilah pecahan.Ini sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional (bukan PMR)
di mana siswa sejak awal sudah dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa
jenis pecahan.
Jadi, Pembelajaran matematika
realistik diawali dengan fenomena, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan
kesempatan menemukan kembali dan mengkonstruksi konsep sendiri. Setelah itu,
diaplikasikan dalam masalah sehari-hari atau dalam bidang lain. Jika
digambarkan dalam bagan, sebagai berikut:
![]() |
Gambar
2. Penemuan dan Pengkonstruksian Konsep
Langkah-langkah
dalam proses pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik adalah sebagai
berikut:
1. Memahami
masalah kontekstual. Guru memberikan masalah kontekstual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta
siswa untuk memahaminya. Pada tahap ini ”karakteristik” pembelajaran matematika
dengan pendekatan realistik adalah menggunakan masalah-masalah kontekstual yang
diangkat sebagai topik awal.
2. Menjelaskan
masalah kontekstual. Guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara
memberikan petunjuk atau saransaran (bersifat terbatas) terhadap bagian-bagian
tertentu yang belum dipahami siswa.
3. Menyelesaikan
masalah kontekstual. Siswa secara individual menyelesaikan masalah kontekstual
dengan cara mereka sendiri. Peran guru disini adalah memotivasi siswa untuk
menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri. Tahap ini siswa dibimbing
untuk ”reinventio”’ (menemukan) sendiri tentang ide/konsep dari soal matematika
secara progresif.
4. Membandingkan
dan mendiskusikan jawaban. Guru memberikan
waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban
secara berkelompok.
5. Menyimpulkan.
Dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu
konsep.
Sintaks
pendekatan matematika realistik dapat dirumuskan sebagai berikut ;
No
|
Fase
|
Aktifitas
|
1
|
Menyajikan
masalah kontekstual(F-1)
|
-
Guru
memberikan masalah kontekstual dan mengarahkan siswa untuk memamahami masalah
tersebut
-
Memberikan
motivasi kepada siswa dalam kelompok untuk mengembangkan model yang yang mungkin
-
Menjadi
fasilitator dan membangun pembelajaran yang interaktif.
|
2
|
Menjelaskan
masalah kontekstual (F-2)
|
-
Siswa
diarahkan untuk mengumpulkan informasi dari masalah kontekstual
-
Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk merencanakan penyelesaian sesuai dengan model of yang diutarakan siswa.
-
Memberikan
dorongan dan motivasi untuk melaksanakan dan mengembangkan rencana
penyelesaian yang ditetapkan kelompok/siswa
|
3
|
Menyelesaikan
masalah kontektual (F-3)
|
-
Siswa
melaporkan/mempresentasikan hasil kerja kelompok. Siswa/kelompok lain
menanggapi.
-
Guru memimpin
diskusi,memberikan pertanyaan, dan mengarahkan siswa mencapai tujuan
pembelajaran
|
4.
|
Membandingkan
dan mendiskusikan jawaban (F-4)
|
-
Guru memberi
pertanyaan lisan ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung dan memberi
penjelasan tentang materi dan penemuan siswa.
-
Siswa
memeriksa kembali hasil kerja kelompoknya
-
Menerapkan
cara penyelesaian yang terbaik dan paling tepat dari cara penyelesaian yang
telah didiskusikan sebelumnya.
|
5.
|
Menyimpulkan (F-5)
|
-
guru memberi
pertanyaan yang berkaitan dengan materi lain dalam mata pelajaran matematika
atau materi mata pelajaran lain.
-
siswa
menghubungkan materi yang sedang dipelajari dengan materi lain dalam
matematika dan pengetahuan dari mata pelajaran yang lain
|
E.
Kelebihan dan kelemahan PMR
Menurut pendapat Suwarsono (dalam
Hasratuddin, 2002 : 24) terdapat beberapa kelebihan dari PMR, antara lain
sebagai berikut:
1.
Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada
siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan dunia nyata) dan tentang kegunaan
matematika pada umumnya bagi manusia.
2.
Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada
siswa bahwa matematika merupakan bidang kajian yang dikonstruksi dan
dikembangkan sendiri oleh siswa, tidak hanya bagi pakar dalam bidang tersebut.
3.
Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada
siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal, dan
tidak harus sama antara orang yang satu dengan yang lain. Setiap orang bisa
menemukan dan menggunakan caranya sendiri asalkan orang tersebut
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya
dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan yang lainnya akan bisa
diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan tujuan dan proses
penyelesaian masalah tersebut.
4. Memberikan
pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari
matematika, proses pembelajaran merupakan suatu yang utama, dan untuk
mempelajari matematika orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk
menemukan sendiri konsep-konsep matematika dengan bantuan pihak lain misalnya
guru. Tanpa
kemauan untuk menjalani proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan
terjadi.
Sedangkan kelemahan dari PMR menurut Hasratuddin (2002:25) adalah sebagai
berikut:
1.
Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan
pandangan yang mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk
dipraktikan, misalnya mengenai peran
siswa, guru dan peran masalah
kontekstual. Pada PMR siswa tidak
dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu yang sudah jadi, tetapi
dipandang sebagai pihak yang aktif mengkonstruksi konsep-konsep matematika.
Guru tidak lagi sebagai pengajar utama, tetapi lebih sebagai pendamping siswa.
Peranan masalah kontekstual tidak dipandang sekedar sebagai wadah untuk
menerangkan aplikasi dari matematika, tetapi justru digunakan sebagai titik
tolak untuk mengkonstruksi konsep matematika itu sendiri.
2.
Pencarian masalah-masalah kontekstual yang nemenuhi
syarat-syarat yang dituntut PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik
matematika yang perlu dipelajari siswa, lebih-lebih karena masalah tersebut
harus dapat diselesaikan dengan bermacan-macam cara.
3.
Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara
untuk menyelesaikan masalah merupakan hal yang tidak mudah dilakukan guru.
4.
Proses pengembangan berpikir siswa, melalui masalah
kontekstual, proses matematisasi horizontal dan vertical juga bukan merupakan
sesuatu yang sederhana karena proses dan mekanisme siswa harus diikuti dengan
cermat agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap
konsep-konsep matematika tertentu.
5.
Dalam pembelajaran PMR terlalu banyak menghabiskan waktu.
6.
Bagi kelas yang banyak siswa dalam lebih dari 20 orang
guru sulit mengamati dan memberikan petunjuk atau bantuan kepada siswa dalam
pembelajaran.
7.
Penilaian untuk pembelajaran dengan realistik bukan
penilaian hasil, tetapi lebih mengutamkan proses sehingga lebih sulit dan
kompleks
BAB
V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas maka dapat diambil
kesimpulan antara lain:
a. Pendekatan
Pembelajaran Matematika
Realisik adalah
teori pembelajaran yang bertitik tolak dari hal-hal ’real’ bagi siswa,
menekankan ketrampilan ’process of doing mathematics’, berdiskusi dan
berkolaborasi, berargumentasi dengan teman sekelas sehingga mereka dapat
menemukan sendiri (’student inventing’ sebagai kebalikan dari ’teacher
telling’) dan pada akhirnya menggunakann matematika itu untuk menyelesaikan
masalah baik individual maupun kelompok.
b.
Penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik
dapat dilakukan dengan langkah-langkahnya yaitu sebagai berikut:
1. Memahami masalah kontekstual
2. Menjelaskan masalah kontekstual
3. Menyelesaikan masalah kontekstual
4. Membandingkan dan mendiskusikan jawaban
5. Menyimpulkan
B.
Saran
Akhir dari penyajian
makalah ini penyusun
menyarankan kepada rekan sejawat khususnya guru mata pelajaran matematika agar dapat menerapkan metode Pembelajaran Matematika
Realistik (PMR) saat mengajar matematika dalam upaya meningkatkan aktivitas
belajar siswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman, M.,
(1999), Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan
Belajar, PT Rineka Cipta, Jakarta
Al.Krismanto,
(2003), Beberapa Teknik, Model, dan
Strategi Pembelajaran Matematika, Makalah disampaikan pada Diklat
Instruktur/Pengembangan Matematika SMU Tgl. 28 Juli s.d. 10 Agustus 2003,
Yogyakarta: Tidak Diterbitkan
Al.Krismanto,
(2004), Model-model Pembelajaran
Matematika SMP, Makalah disampaikan pada Diklat Instruktur/Pengembangan
Matematika SMP Jenjang Dasar Tgl. 10 s.d. 23 Oktober 2004, Yogyakarta: Tidak
Diterbitkan
Ambarita, J.,
(2006), Strategi Belajar Mengajar Matematika, FMIPA UNIMED, Medan
Departemen
Pendidikan Nasional, Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktur Pendidikan
Lanjutan Pertama (2004). Materi Pelatihan
Terintegrasi, Matematika
Departemen
Pendidikan Nasional, (2007), Model
Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Matematika SMP/MTs
Djamarah,B.Syaiful.1997.Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta; Rineka Cipta
Saragih, S.,
(2007), Menumbuhkembangkan Berfikir Logis
dan Sikap Positif Siswa TerhadapMatematika Melalui Pendekatan Matematika
Realistik, http://zainurie.files
.wordpress.com/2007
Saragih, S.,
(2007), Mengembangkan Kemampuan Berfikir
Logis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui
Pendekatan Matematika Realistik, Disertase Doktor pada PPS UPI. : Tidak
Diterbitkan
Saragih, S.,
(2008), Pengaruh Pendekatan Matematika
Realistik Terhadap Kemampuan Berfikir Logis Siswa Sekolah Menengah Pertama,
Jurnal Kependidikan No.1, Vol. XXXII, Tahun 2008, (4-12)
Sihombing, W.L.,
( 2006 ), Telaah Kurikulum Matematika Sekolah,FMIPA Unimed, Medan.
Sujono,
(1988). Pengajaran Matematika Untuk sekolah Menengah. Depdikbub: Jakarta.
Tim MKPBM,
(2001), Strategi Pembelajaran Matemamtika
Kontemporer, Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA UPI, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar